KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Kasih KaruniaNya
yang menyertai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang sederhana ini, baik dari
isi maupun bentuknya. Adapaun judul skripsi ini adalah Hubungan Keterampilan
Pengelolaan Kelas Pada Pelajaran PAK Dengan
Perkembangan Minat Belajar Siswa (kasus Kelas VIII SMP 6 Pematangsiantar). Penulisan skripsi ini
adalah persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen Medan Program Studi Ilmu Pendidikan / Pendidikan Agama Kristen pada
jenjang Starata Satu ( S1 ).
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan
bukanlah mustahil didalamnya terdapat banyak kekurangan-kekurangan dan
kelemahan, baik dari segi tekniknis maupun penyusunannya, terutama dari segi
ilmiahnya. Tapi berkat bimbingannya dan arahan Ibu Dosen Pembimbing Utama dan Pembimbing Pembantu serta dorongan
dari pihak-pihak lain, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih
atas segala bantuan dan perhatian yang diberikan oleh berbagai pihak antara
lain :
11. Bapak Haposan Sialagan, S.H.M.H selaku Rektor dan Bapak Dr. Hilman Pardede, M.Pd selaku
Dekan FKIP Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar yang telah memberikan
izin dan kemudahan selama penulis mengikuti perkulihan dalam program studi Ilmu
Pendidikan/Pendidikan Agama Kristen
2. Bapak Gr. Bangun Munte,
S.Pd.. M. PAK selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan waktu dan
kesempatan membimbing, mengoreksi, mengarahkan dan memberi perhatian kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dan Ibu Pdt. Dr. Nurliani Siregar, M. Pd. selaku Pembimbing kedua yang selalu
memberikan banyak perhatian, motivasi, pertunjuk-petunjuk, bimbingan dan saran
dalam penyelesaian skripsi ini.
33. Seluruh Dosen Prodi PAK antara lain : Ibu Pdt.Dr.Nurliani Siregar,M.Pd selaku
ketua Prodi PAK, Bapak Drs. Janwar Tambunan, M.Pd, Bapak Gr. Bangun Munte,
S.Pd,MM, Bapak Pdt. Sunggul Pasaribu, S.Th,M.PAK, Bapak Pdt. Darman Samosir,
M.Th, Bapak Pdt. Peniel Sirait, S.Th,
Ibu Pdt.Jojor Silalahi,M.Th, Ibu Pdt. Paulina Sirait, M,Si.Teol.
34. Seluruh staf dan pegawai di FKIP
Universitas HKBP Nommensen Medan.
55. Pimpinan SMP Negeri 6 Pematangsiantar
dan guru Pamong
Ibu SriYani Aritonang S.Pd serta siswa/I yang telah membantu penulis dalam pengisian
angket.
66. Teristimewa kepada wanita terhebat yang paling kucinta, Mamakku Mediana
Tamba terimakasih telah
bersusah payah menjadi orangtua
tunggal yang mengasuh, mendidik terutama memberikan dukungan
moral maupun material yang tidak terhitung nilainya kepada penulis dalam
mencapai gelar Sarjana.
77. Untuk
Abang
ku Jokas Peterson Nababan dan Abang Dicky Zulkarnain
Nababan ,yang sungguh luar
biasa pengorbanannya untuk membantu menyekolahkanku,
terimakasih untuk semua perhatian, perbuatan, nasihat,
motivasi yang sudah diberikan padaku.
88. Juga adik saya Hotventalia
Nababan , yang selalu memberi semangat kepada penulis selama mengikuti
Pendidikan, yang selalu punya cara untuk menghibur di
kala kepenatan dalam penulisan skripsi datang menghampiri.
99. Kepada
Bapakku P
. Nababan kuucapkan
terimakasih untuk kisah hidup yang telah mengajarkanku menjadi anak yang
mandiri dan kuat menjalani kehidupan yang sangat sulit ini,tanpamu.
110. Untuk
Bapak
Partohap Nababan S.Th untuk semua motivasi yang sudah diberikan kepada penulis
sehingga menambah semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
111. Untuk
seluruh Keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa kepadaku,terkhusus
Opungku Ondi
Nababan yang selalu
memberi nasihat sehingga bisa menyelesaikan pendidikan dengan tepat waktu.
112. Kepada
kawan-kawan dekatku di “cewek- cewek girls ” Novitasari Sidabutar, Ciska Siburian,
Frida Yanti Panjaitan . Terimakasih untuk semua kisah
yang sudah kita jalin selama 4 tahun ini. Aku sayang kalian.
113. Kepada
teman terdekat yang spesial Syamsuddin Sitompul, terimakasih telah menjadi sosok teman ataupun saudara
yang selalu memberi perhatian, semangat
dan dukungan dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih sudah menyayangiku.
114. Teman-teman seperjuangan saya
Mahasiswa/I khususnya Prodi PAK Stambuk 2015, yang selalu memberikan semangat,
dukungan, dan doa kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhir
kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu dalam kerelaan memberikan bantuan dan dorongan
dalam penyelesaian skripsi ini.
Doa
dan harapan penulis, semoga tulisan ini dapat menjadi masukan yang berguna bagi
peningkatan pendidikan umumnya, dan Pendidikan Agama Kristen secara khusus.
Pematangsiantar, September 2019
Hotmauli
Nababan
NPM : 15160020
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan
merupakan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai
kapanpun dan dimanapun ia berada. Pendidikan merupakan proses pengembangan
manusia kearah kearifan, pengetahuan, pengetahun, dan etika. Pendidikan sangat
penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan
bahkan akan terbelakang. Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka
panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di
dunia.
Pendidikan Nasional bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia Indonesia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, mandiri,
maju,
tangguh, cerdas, kreatif-terampil, berdisiplin, beretos kerja, professional dan
bertanggung jawab dan produktif,serta sehat jasmani dan rohani (E. Mulyasa,
2008:34).
Tujuan nasional sebagaimana
tercantum dalam UUD 1945 (1993:1) adalah : “ Melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Sejalan dengan tujuan nasional
tersebut di atas, maka pelaksanaan pendidikan bersifat terpadu dan diarahkan
pada peningkatan kualitas serta pemerataan pendidikan dasar,sehingga memenuhi
kebutuhan pembangunan nasional dengan memperhatikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Lingkungan sekolah merupakan sub
system pendidikan yang biasa tersebut lembaga sekolah. Lembaga sekolah
merupakan wahana untuk mengalokasikan individu ke dalam status atau
posisi-posisi yang ada dalam masyarakat,sesuai dengan bakat kemampuan dan
cirri-ciri kepribadian. Sekolah merupakan pula alat untuk memproses anak didik
administrative dan teknis, sehingga menjadi output yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Dengan juga mengingat sekolah sebagai salah satu untuk
belajar,sehingga sekolah dapat dikatakan merupakan wahana permainan
bermacam-macam pelajaran yang harus diikuti para siswa untuk mewujudkan suatu
tujuan yang ingin dicapai.
Hasil nyata keberhasilan siswa
terlihat di sekolah dalam wujud prestasi atau nilai raport. Tingkat
keberhasilan siswa dipengaruhi oleh factor intern dan factor ekstren dari
individu. Factor intern meliputi sikap, motivasi, kesehatan, bakat dan minat,
sedangkan factor eksten, antara lain kondisi sosial, lingkungan, belajar,
suasana rumah dan fasilitas belajar (Qemar Hamalik, 2007:12).
Guru
merupakan suatu profesi karena dalam menjalankan tugasnya didukung oleh
penguasaan sejumlah ilmu pengetahuan, integritas dan komitmen moral yang
tinggi. Sebagai suatu profesi, maka guru dituntut untuk meningkatkan
kemampuannya dalam hal merencanakan program belajar mengajar dan menguasai
bahan pengajaran. Banyak factor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa dalam
proses belajar mengajar. Sebagai contoh lingkungan tempat tinggal siswa, peran
orang tua siswa, fasilitas belajar siswa, kreativitas siswa, dan lain-lain.
Tetapi disamping komponen-komponen pokok di atas, ada factor lain yang ikut
mempengaruhi motivasi belajar, yaitu kemampuan mengajar guru itu sendiri.
Kemampuan mengajar guru adalah factor yang sangat berpeengaruhi terhadap
keberhasilan seorang guru dalam proses belajar mengejar. Dengan demikian, guru
harus mampu menciptakan situasi yang dapat menunjang perkembangan belajar
siswa, termasuk dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa, guru dituntut untuk
menampilkan kemampuan mengajar yang ideal dalam Proses Belajar Mengajar. Surya
(1996: 67) mengemukakan guru sebagai motivator belajar bagi siswanya, harus
mampu untuk (1) membangkitkan dorongan siswa untuk belajar, (2) menjelaskan
secara kongkrit kepada siswa apa yang
dapat dilakukan pada akhir pelajaran, (3) memberikan ganjaran untuk prestasi
yang dicapai kemudian hari, (4) membuat regulasi (aturan) perilaku siswa. Guru
sebagai fasilitator dalam proses belajar
mengajar yang bertugas menciptakan
situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar
yang lebih efektif dan efisien. Sebelum mengajar, guru harus merencanakan
kegiatan pengajaran secara sistematis, sehingga dapat terampil dalam proses
belajar mengajar. Guru terampil sebaiknya melakukan berbagai upaya untuk
peningkatan prestasi belajar siswa, hal tersebut merupakan tanggungjawab guru
dalam memperoleh kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan hal di atas
seorang guru dituntut untuk mengetahui dan melaksanakan keterampilan dasar yang
menjadi patokan dalam melaksanakan tugasnya (bnd. Amsal 7:1-2).
Seorang pendidik senantiasa
membimbing anak didik nya ke arah yang baik (Bnd. 1 Kor 3:9), guru PAK harus
berupaya membina dan mengarahkan anak kepada perubahan hasil supaya berubah
yang kearah yang lebih baik, dengan demikian tujuan PAK adalah untuk
meningkatkan pengetahuan, memperbaiki sikap dan kelakuan sesuai dengan
nilai-nilai iman Kristen serta hidup sebagai orang Kristen yang memiliki buah-buah
roh (Gal 5:22-23).
Dalam proses belajar mengajar, guru
sebanyak mungkin mempergunakan waktunya untuk memotivasi siswa-siswanya.
Siswa-siswa yang termotivasi dengan baik dalam belajar. Motivasi untuk
berprestasi bagi siswa yang diciptakan oleh guru merupakan motivasi yang
bersifat ekstren, yaitu motivasi yang berasal dari luar diri siswa. Oleh karena
itu, seorang guru perlu memahami dan mengetahui akan keterampilan dasar di
dalam mengajar. Dalam keterampilan dasar mengajar tersebut ada 8 keterampilan
yang dapat digunakan guru selama proses belajar mengajar yaitu; keterampilan
bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi,
keterampilan menjelaskan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran,
keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan mengelola kelas,
keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan.
Namun, di dalam penelitian ini hanya
dibahas tentang keterampilan dasar guru yakni mengelola kelas. Penguasaan kelas
adalah keterampilan bertindak guru yang didasarkan kepada pengertian tentang
sifat-sifat dan kekuatan yang mendorong kepada pengertian tentang sifat-sifat
kelas dan kekuatan meereka bertindak (Made Piaria). Seorang guru harus
menguasai kelas secara baik, karena tidak jarang para guru menemukan kelas yang
secara sengaja membuat keributan karena kelas tersebut dari awal tidak ada
pngelolaannya, kelas yang ribut maka pelajarannya tidak bisa dilanjutkan karena
siswa tidak siap menerima pelajaran.
Menurut Baharuddin (2007:32) masalah
yang dihadapi oleh guru sehubungan perilaku murid saat menerima pelajaran:
a) Murid
cepat bosan dan tidak konsentrasi
b) Lambat
dalam menerima pelajaran dan cepat lupa
c) Tidak
konsentrasi terhadap pelajaran atau linglung
d) Tidak
aktif di kelas
e) Minimnya
motivasi
f) Melalaikan
tugas sekolah
g) Jenuh
dan tidak semangat
h) Hasil
ujian kurang memuaskan dan sering tidak naik kelas
Permasalahan di atas yang menjadi
solusi menurut Baharuddin (2007:34) adalah sebagai berikut:
a) Seorang
guru haruslah memiliki kecakapan di dalam kelas dengan menciptakan suasana yang
kondusif
b) Apabila
permasalahan semakin kompleks, seorang guru hendaknya menentukan jenis
persoalan, apakah persoalan tersebut termasuk persoalan pendidikan atau
psikologis, sebab tiap-tiap persoalan membutuhkan metode penyelesaian tersendiri
c) Mengubah
metode mengajar
d) Mengubah
sarana pendidikan
e) Menggunakan
motivasi yang bervariasi
f) Mengubah
kegiatan pendidikan
g) Menggunakan
kecakapan yang penuh di praktikan dan cocok untuk materi baru
Dari pengamatan penulis di salah
satu sekolah Negeri kota Pematangsiantar, terdapat beberapa guru yang belum
mampu menguasai kelasnya ketika guru tersebut mengajar di kelas. Siswa ribut di
dalam kelas, malas mengerjakan tugas-tugas sekolah, siswa yang jenuh di dalam
mata pelajaran, suka tidur di kelas, suka berkelahi di kelas. Disitulah guru
nya belum mampu menguasai kelasnya. Seperti yang kita ketahui dan kita kenal
sehari-hari guru merupakan orang yang harus di gugu dan ditiru, dalam arti yang
memiliki charisma atau wibawa hingga perlu untuk ditiru dan teladani, jadi guru
tersebut harus mampu menguasai kelas menciptakan kelas yang menyenangkan supaya
siswa tersebut tidak merasa bosan dalam mengajar, ketika guru tidak menciptakan
suasana kelasnya maka guru gagal didalam mengajar.
Melalui penjelasan di atas, dan bila
dan dibandingkan dengan keadaan di lapangan, sangat disesalkan masih banyak
guru-guru yang belum mampu menerapkan keterampilan dasarnya khususnya dalam
mengelola kelas untuk memotivasi belajar siswa. Untuk itu, penulis tertarik
untuk membahasa penelitian ini tentang: Pengaruh Efektivitas Keterampilan
Mengelola Kelas terhadap Motivasi belajar pada bidang study Pendidikan Agama
Kristen, di mana yang akan menjadi tempat penelitian ini nantinya adalah SMP
Negeri 6 Pematangsiantar.
B.
Ruang
Lingkup Masalah
Beriontasi pada latar belakang masalah
yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan ruang lingkup masalah merupakan
titik tolak di dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:” Hubungan Keterampilan
Pengelolaan Kelas Pada Pelajaran
Pendidikan Agama Kristen Dengan Perkembangan Minat Belajar Siswa .
1.
Keterampilan
Mengelola kelas Pada Pelajaran PAK (Variabel X)
Belajar
mengajar adalah sutu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai
interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai
edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan.
Guru dengan sadar merencanakan kegiatan peengajaranya secara sistematis dengan
memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran. Asmadawati (2014) “
pengelolaan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan
belajar mengajar agar tercapai kondisi optimal sehingga kegiatan proses belajar
mengajar dapat terlaksana dengan afektif dan efisien.”
Menurut
Ahmad (2005:2), keterampilan pengelolaan kelas adalah sebagai berikut:
a) Kondisi
fisik
Lingkungan
fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil perbuatan
belajar. Lingkungan fisik yang menggantungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung
meningkatkan intensitas proses perbuatan belajar peserta didik dan mempunyai
pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran.
b) Pengaturan
tempat duduk
Dalam
mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka,
di mana dengan demikian guru sekaligus dapat mengontrol tingkah laku peserta
didik. Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran pengaturan proses
belajar mengajar.
c) Ventilasi
dan pengaturan cahaya
Ventilasi
harus cukup menjamin kesehatan peserta
didik, jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan panas cahaya matahari
masuk, udara sehat dengan ventilasi yang baik, sehingga semua peserta didik
dalam kelas dapat menghirup udara segar yang mencakup mengandung O2 peserta
didik harus dapat melihat tulisan dengan jelas, tulisan di papan, pada bulletin
board, bukan buku bacaan dan sebagainya.
2.
Minat
belajar siswa (Y)
Menurut
Slameto (2010:181) “ Apabila seseorang berminat terhadap sesuatu, dia akan
memberi perhatian terhadap hal yang diminatinya itu. Seorang siswa yang
berminat belajar akan memberikan perhatian yang serius apabila ada.”
Menurut
Slameto (2010:181) beberapa indicator minat belajar siswa yaitu: adanya
perasaann senang, memiliki ketetarikan,
mampu menerima, dan adanya keterlibatan
siswa.
a) Keinginan
Menurut poerwadani (1996:3332) seseorang yang mempunyai
terhadap sesuatu dia akan mempunyai
keinginan yang besar untuk belajar. Dia belajar karena keinginan atau
kemauannya sendiri bukan karena paksaan atau suruhan oranglain. Dia
berkeinginannya untuk mengikuti pelajaran dengan baik dan mengulang kembali
pelajaranya.
b) Motivasi
Menurut Sardiman (2003:73) orang yang mempunyai minat
terhadap sesuatu pasti mempunyai motivasi untuk melakukan hal- hal yang diminat
akan lebih serius mengikuti pelajaran tersebut.
c) Percaya
diri
Percaya
diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Orang yang percaya diri yakni atau kemampuan mereka sendiri serta
memiliki pengharapan yang realistis.
Masalah
dalam BAB I
Dapat menyenangkan, capek, senang dalam mengajari siswa dan dapat
memuaskan Hasil yang telah saya berikan
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian ruang
lingkup di atas, maka yang menjadi rumusan masalah sebagai berikut:
1)
Rumusan
Masalah Umum
Sejauhmana Hubungan Pengelolaan Kelas Pada Pelajaran PAK
Perkembangan Minat Belajar Siswa di
SMP Negeri 6 Pematangsiantar?
2)
Rumusan
Masala Khusus
a) Sejauhmana
hubungan keterampilan mengelola kelas
Pada Pelajaran PAK (kondisi fisik) dengan minat
belajar siswa ?
b) Sejauhmana
hubungan keterampilan mengelola kelas Pada Pelajaran PAK (pengaturan
tempat duduk) dengan minat belajar siswa
?
c) Sejauhmana
hubungan keterampilan mengelola kelas
Pada Pelajaran PAK (ventilasi dan pengaturan daya) dengan
minat belajar siswa ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah ;
a. Tujuan
Umum
Untuk
mengetahui hubungan pengelolaan kelas pada pelajaran pendidikan agama kristen
dengan Perkembangan minat belajar siswa .
b. Tujuan
khusus
a) Untuk
mengetahui hubungan keterampilan mengelola kelas pada pelajaran agama Kristen (kondisi fisik) dengan minat belajar siswa .
b) Untuk
mengetahui hubungan keterampilan mengelola kelas pada pelajaran PAK (pengaturan tempat duduk) dengan minat belajar siswa .
c) Untuk
mengetahui hubungan keterampilan mengelola kelas pada pelajaran PAK (ventilasi
dan pengaturan daya) dengan minat belajar siswa .
c. Manfaat
Penelitian
Adapun
yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:
a) Menambahkan
wawasan dalam mengetahui hubungan pengelolaan kelas pada pelajaran pendidikan agama kristen dengan
perkembangan minat belajar siswa .
b) Bagi
sekolah SMP Negeri 6 Pematangsiantar Bahan masukan dalam memperhatikan dan
membina minat belajar siswa.
c) Bagi
teman sejawat: Bahan masukan bagi profesi guru PAK di dalam mengembangkan
prestasi belajar siswa dan mampu mengelola kelas.
d) Bagi
Fakultas : Memberikan kelengkapan dan tambahan bahan baca di perpustakaan UHN
FKIP Pematangsiantar.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah
identifikasi teori-teori yang dijadikan sebagai landasan berfikir untuk
melaksanakan suatu penelitian atas dengan kata lain mendeskrpsikan kerangka
referensi atau teori yang digunakan untuk mengkaji permasalahan. Dalam kerangka
teoritis ini akan dapat dibahas beberapa aspek yang berhubungan dengan masalah
penelitian, adapun aspek yang akan dibahas adalah:
1.
Definisi
Variabel X ( Hubungan Pengelolaan Kelas)
a.
Definisi
Hubungan
Hubungan adalah suatu ketertarikan antara yang satu dengan
yang lain dalam menunjang sutau tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu (
Djaali, 2008:12). Hubungan yang dimaksud di dalam tulisan ini adalah antar
pengelolaan kelas dengan minat belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Kristen
b.
Definisi Mengelola kelas
Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau membantu
dengan maksud agar dicapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan
belajar seperti yang diharapkan (Suharsimi Arikunto, 1992:67-68).
Pengelolaan kelas adalah suatu upaya untuk menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar.
Pengelolaan kelas adalah suatu upaya untuk menciptakan dan mempertahankan
kondisi yang optimal bagi terjadinya
proses belajar mengajar. Pengelolaan kelas ini meliputi pembinaan nilai
rapor, pemberhentian tingkah laku yang menyelewengkan perhatian kelas,
pemberian ganjaran, penyelesaian tugas tugas siwa secara tepat waktu, maupun
penetapan norma kelompok yang produktif.
Dalam pengelolaan kelas mencakup pengaturan orang ( dalam
hal ini siswa) maupun fasilitas yang ada pada kelas tersebut. Dalam pengelolaan
kelas, guru dituntut untuk mengadakan pendekatan pada peserta didik dengan
didasari rasa tulus, menerima dan menghargai siswa yang apa adanya serta
mengerti dari sudut pandang siswa. Di samping itu guru dituntut mampu
menggunakan fasilitas yang dimiliki kelas tersebut sebesar-besarnya untuk
membelajarkan siswa.
Dalam konteks yang demikian itulah kiranya pengelolaan
kelas penting untuk diketahui oleh siapa pun juga menerjunkan dirinya ke dalam
dunia pendidikan. Maka adalah penting untuk mengetahui pengertian pengelolan
kelas dalam hal ini. Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan
dan kelas. Pengelolaan kelas itu sendiri akar katanya adalah “ kelola”,
ditambah awal ”pe” dan kelahiran “an”.
Istilah lain dari kata pengelolaan adalah “manajemen”. Manajemen adalah
kata aslinya dari bahasa inggris, yaitu management,
yang berarti, yang berarti ketatalaksanaa, tata pimpinan,
pengelolaan. Secara umum Suharsimi mengatakan bahwa manajemen atau pengeloaan
kelas adalah pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu kegiatan. (
Djamarah, 2006:175). Sedangkan kelas menurut Qemar Hamalik (1987:31), adalah
suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat
pengajaran dari guru. ( Djamarah, 2006:175).
Sedangkan kelas menurut Oemar hamalik (1987:311), adalah
suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat
pengajaran dari guru. Pengertian ini meninjaunya dari segi anak didik, karena
dalam pengertian tersebut fraase kelompok orang. Pendapat ini sejalan dengan
pendapat Suharsimi Arikunto yang juga mengemukakan pengertian kelas segi anak didik.
Hanya pendapatnya lebih mendalam. Menurut Suharsimi Arikunto (1988:17) di dalam
didaktif terkandung suatu pengertian umum mengenai kelas, yaitu sekelompok
siswa pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama.
Dengan batasan pengertian seperti tersebut, maka ada tiga persyaratan untuk
dapat terjadinya.
Pertama : sekelompok anak, walaupun dalam waktu yang sama
bersama-sama menerima pelajaran, tetapi jika bukan pelajaran yang sama dari
guru yang sama, namanya bukan kelas.
Kedua : sekelompok anak yang dalam waktu yang sama menerima
pelajaran yang sama, tetapi dari guru yang berbeda, namanya juga bukan kelas.
Ketiga : sekelompok anak yang sama, menerima pelajaran
tersebut diberikan secara bergantian, namanya juga bukan kelas.
Hadari Nanawi memangdang kelas dari dua sudut, yaitu:
a) Kelas
dalam arti sempit yakni, ruangan yang
dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti
proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini mengandung
sifat statis karena sekadar menunjukan pengelompokan siswa menurut tingkat
perkembangannya antara lain didasarkan pada batas umur kronologis
masing-masing.
b) Kelas
dalam arti luas, adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian masyarakat
sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara
dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk
mencapai suatu tujuan.
Hadari Nanawi (dalam ana Rosilawati, 2008:128) menyatakan
bahwa pengelolaan kelas adalah kemampuan guru dalam mendayagunakan potensi
kelas berupa pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap personal
untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah sehingga waktu dan
dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien untuk melakukan kegiatan-
kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid. Menurut
Sardiman N, dkk (dalam Djamarah, 2006:177), pengelolaaan kelas adalah upaya
mendayagunakan potensi kelas.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan kelas adalah upaya mendayagunkan potensi kelas yang dilakukan oleh
penanggung jawab kegiatan belajar mengajar agar dicapai kondisi optimal
sehingga dapat terlaksana kegiatan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan.
Pengelolan kelas (classroom
management) berdasarkan pendekatannya menurut weber ( 1997:72) diklasifikasikan
kedalam tiga pengertian, yaitu berdasarkan pendekatan otorite (autorityapproach), pendekatan permitif (permissive approach) dan pendekatan
moditifikasi tingkah laku. Berikut dijelaskan pengertian masing-masing
pendekatan tersebut.
Pertama : berdasarkan pendekatan
otoriter ( authority approach) pengelolaan kelas adalah kegiatan guru untuk
mengontrol tingkah laku siswa, guru berperan menciptakan dan memelihara aturan
kelas melalui penerapan disiplin secara ketat.
Kedua : pendekatan permitif
mengartikan pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru untuk
memberi kebebasan kepada siswa untuk melakukan berbagai aktifitas sesuai dengan
yang mereka inginkan. Dan fungsi guru adalah
bagaimana menciptakan kondisi siswa merasa aman untuk melakukan
aktifitas di dalam kelas.
Ketiga : pendekatan moditifikasi
tingkah laku. Pendekatan ini berdasarkan pada pengelolaan kelas merupakan
proses perubahan tingkah laku, jadi pengelolaan kelas merupakan upaya untuk
mengembangkan dan memfasilitasi perubahan perilaku yang bersifat positif dari
siswa dan berusaha semaksimal mungkin mencegah munculnya atau memperbaiki
perilaku negatif yang dilakukan oleh siswa.
Pengelolaan dan pembelajaran dapat dibedakan tetapi
memiliki fungsi yang sama. Pengelolaan penekanannya pada aspek pengaturan (management) lingkungan pembelajaran.
Sementara pembelajaran (instruction)
penekanannya pada aspek mengelola atau proses materi pembelajaran. Dan keduanya
mencapai tujuan yang sama yaitu tujuan pembelajaran.
Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika
guru mampu mengatur siswa dan sarana
pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk
mencapai tujuan pengajaran. Dalam melaksanakan keterampilan mengelola kelas
maka perlu diperhatikan komponen-komponen keterampilan menurut Weber (
1997:15-16), antara lain.
1) Keterampilan
yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang
optimal (bersifat previntif). Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan guru
dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran serta kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan hal-hal seperti keterampilan menunjukan sikap tanggap,
memberi perhatian, memusatkan perhatian, memusatkan perhatian kelompok,
memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas, menegur dan memberi penguatan.
2) Keterampilan
yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal. Keterampilan
ini berkaitan dengan merespon dari guru terhadap gangguan siswa yang
berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat mengadakan tindakan remedial untuk
mengembalikan kondisi belajar yang optimal. Apabila terdapat siswa yang
menimbulkan gangguan yang berulang-ulang walaupun guru telah menggunakan
tingkah laku dan respons yang sesuai, guru telah menggunkan tingkah laku dan
respon yang sesuai, guru dapat meminta bantuan kepada kepala sekolah, konselor
sekolah, atau orang tua siswa.
Dalam usaha mengelola kelas secara efektif ada sejumlah kekeliruan yang harus dihindari
oleh guru menurut Budiningsih (2005:17), yaitu sebagai berikut: (1) campur
tangan yang berlebihan (teachers
instruction). (2). Kesenyapan (fadeaway)
(3). Ketidaktepatan melalui dan mengakhiri kegiatan (stop and stars) (4) penyimpangan (digression) (5). Bertele-tele (overdwelling).
c.
Berbagai Pendekatan dalam Pengelolaan
Kelas
Pengelolaan
kelas bukanlah yang berdiri sendiri, tetapi terkaitan dengan berbagai factor.
Permasalahan anak didik adalah factor utama yang terkait langsung dalam hal
ini. Karena pengelolaan kelas yang dilakukan guru tidak lain adalah untuk
meningkatkan kegairahan belajar anak didik secara berkelompok maupun
individual.
a)
Pendekatan kekuasaan
Pengelolaan
kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik.
Peranan guru di sini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin
dalam kelas. Kedisplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk
menaatinya. Di dalamnya ada kekuasaan dalam norma yang mengikat untuk ditaati
anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itulah guru mendekatinya
b) Pendekatan ancaman
Dari
pendekatan ancaman atau intimiditasi ini, pengelolaan kelas adalah juga sebagai
suatu proses untuk mengontrol tingka laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol
tingkah laku anak didik dilakukan dengan cara memberikan ancaman, misalnya
melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa.
c)
Pendekatan kebebasan
Pengelolaan
diartikan secara suatu proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk
mengerjakan sesuatu kapan saja dan dimana saja. Peranan guru adalah
mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak didik.
d)
Pendekatan resep
Pendekatan
resep (cook book) ini dilakukan
dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang
tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang
terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus
dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang
tertulis dalam resep.
e.
Pendekatan pengajaran
Pendekatan
ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam
suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah
tingkah laku anak didik, dan memecahkan munculnya masalah itu bila tidak bisa
dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk
mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan
guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.
f. Pendekatan
perubahan tingkah laku.
Peranan
guru adalah mengembangkan tingkah laku peserta didik yang baik dan mencegah
tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan tingkah laku yang baik dan positif
harus dirangsang dengan memberikan pujian atau hadiah yang menimbulkan perasaan
senang atau puas.
g. Pendekatan
Sosio- Emisional
Untuk
terciptanya hubungan guru dengan peserta didik yang positif, sikap mengerti dan
sikap mengayomi dari guru terhadap peserta didik sangat diperlukan. Sedangkan
untuk terciptanya hubungan yang harmonis antara peserta didik, maka setiap
peserta didik perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya untuk saling memahami, menghargai, dan saling
bekerja sama antar peserta didik.
h. Pendekatan
kerja kelompok
Kelompok
belajar membutuhkan keterampilan guru untuk menerapkan strategi dalam
penciptaan kelompok belajar yang produktif dan efektif. Selain itu, guru perlu
mengembangkan kondisi kelompok belajar yang tetap kondusif dalam mengikuti
setiap proses belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas.
2.
Landasan
Variabel X ( Pengelolaan kelas)
a.
Pengelolaan
Kelas
Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak
bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif. “ Pengelolaan dipandang
sebagai salah satu aspek penyelenggarakan system pembelakjaran yang
mendasarkan, di antara sekian macam tugas guru di dalam kelas, menciptakan
iklim sosio emosional dan mengelola proses kelompok, sehingga keberhasilan guru
dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan, indikatornya proses belajar
mengajar berlangsung secara afektif.
Indikator Komponen kerampilan mengelola kelas yaitu
:
a) Kondisi fisik
Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh
penting terhadap hasil perbuatan belajar. Lingkungan fisik yang menguntungkan
dan memenuhi syarat minimal mendukung meningkatkan intensitas proses perbuatan
belajar peserta didik dan mempunyai pengaruh postif terhadap pencapaian tujuan
pengajaran.
Lingkungan
fisik yang dimaksud akan meliputi:
1) Ruangan
tempat berlangsungnya proses belajar mengajar.
Ruangan
tempat belajar harus memungkinkan semua gerak leluasa tidak berdesak-desakan
dan saling menggangu antara peserta didik yang satu dengan lainnya pada saat
melakukan aktivitas belajar.Besarnya ruangan kelas sangat tergantung pada
berbagai hal antara lain:
a) Jenis
kegiatan apakah kegiatan pertemuan tatap muka dalam kelas ataukah keja di
ruangan pratikum.
b) Jumlah
peserta didik yang melakukan kegiatan-kegiatan bersama secara klasikal akan
berbeda dengan kegiatan dalam kelompok kecil. Kegiatan klasikal secara relative
membutuhkan ruangan rata-rata yang lebih kecil per orang bila dibandingkan
dengan kebutuhan ruangan untuk kegiatan kelompok.
Jika ruangan tersebut mempergunakan hiasan
pakailah hiasan-hiasan yang mempunyai nilai pendidikan yang dapat secara tidak
langsung mempunyai “daya sembuh bagi pelanggar disiplin. Misalnya dengan
kata-kata yang baik, anjuran-anjuran, gambar tokoh sejarah, peraturan yang
berlaku dan sebagainya.
Guru
harus dapat menciptakan lingkungan kelas yang membantu perkembangan pendidikan
subyek didiknya (siswa). Dengan teknik motivasi yang akurat, guru dapat
menciptakan kontribusi iklim kelas yang sehat. Lingkungan ini hendaknya
mencerminkan kepribadian guru dan perhalian serta penghargaan atas usaha
siswanya. Siswa harus dibuat secara terus menerus memberikan reaksi pada
lingkungan, sehingga pengalaman belajar dapat terjadi sesuai dengan kondisi
yang diinginkan.
Langkah-Iangkah
praktis yang dapat ditempuh antara lain sebagai berikut:
a) Lingkungan
fisik kelas harus bersih dan sehat. Harus ada bukti bahwa keprihatinan guru
tidak hanya terhadap kebersihan kelas akan tetapi juga untuk kesehatan semua
siswanya.
b) Kelas
adalah tempat anak menghabiskan sebagian besar kegiatan, ahli pendidikan
seperti John Dewey merumuskan agar ruangan kelas itu sedapat mungkin seluas
rumah, sehingga siswa dapat berkembang semaksimal mungkin.
c) Kelas
sedapat mungkin harus merupakan suatu tempat yang indah dan menyenangkan.
Dinding kelas harus dibuat hidup dengan proses kerja yang dilakukan oleh siswa,
dan dengan koleksi benda-benda yang menarik dari daerah sekitarnya. Guru harus
selalu ingat bahwa setiap benda yang ada dalam kelas itu menyampaikan pesan dan
dapat menjadi butir fokal kegiatan belajar.
d) Guru
membagi dan membuat tanggung jawab latar belakang fisik itu menjadi milik siswa
yang ada di kelas tersebut, dan tidak hanya milik guru. Siswa harus aktif dalam
membuat keputusan mengenai tata pameran, dekorasi dan sebagainya.
e) Banyak
hal yang harus dipertimbangkan bila mengorganisasi lingkungan fisik kelas.
Penataan dan dekorasi harus terlihat oleh semua siswa, dan juga harus sering
diubah. Setiap gambar dan dekorasi harus mempunyai maksud tujuan tertentu. Oleh
karena itu gambar dan dekorasi harus diganti apabila tujuan telah tercapai.
Lingkungan fisik kelas harus menyampaikan pesan kepada siswa yang ada di dalam
kelas dan harus menyajikan fenomena yang dinamis.
f) Lingkungan
fisik kelas harus mengandung unsur kesehatan. Sebagai tambahan pada semua hal
tersebut di atas, peredaran udara dan cahaya yang memadai sangat diperlukan.
Bila sinar matahari masuk terlalu tajam pada papan tulis atau wajah siswa, atau
hila ada tetesan air pada musim hujan guru harus berusaha sedapat mungkin
supaya semuanya itu tidak mengganggu. Guru harus menyadari adanya hubungan yang
erat antara lingkungan fisik kelas, iklim emosional kelas dan moral seluruh
siswa.
b)
Pengaturan tempat duduk
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah
memungkinkan terjadinya tatap muka, di mana dengan demikian guru sekaligus
dapat mengontrol tingkah laku peserta didik. Pengaturan tempat duduk akan
mempengaruhi kelancaran pengaturan proses belajar mengajar. Bebarapa pengaturan
tempat duduk dapat :
1) Berbaris
berjajar
2) Pengelompokan
yang terdiri atas 8 sampai 10 orang.
3) Setengah
lingkarangan seperti teater di mana di samping guru bisa langsung bertatap muka
dengan peserta didik juga mudah bergerak untuk segera memberi bantuan kepada
peserta didik
4) Berbentuk
lingkaran.
5) Individual
yang biasanya terlihat di ruang baca, di perpustkaan, atau di ruang praktek
laboratorium.
6) Adanya
dan tersedianya ruang yang sifatnya bebas di kelas di samping bangku tempat
duduk yang diatur.
Dengan sendirinya penataranya tempat duduk ini dapat
diatur sesuai dengan kebutuhan.Pengaturan tempat duduk paling populer di
kebanyakan kelas adalah siswa secara berderet menghadap ke papan tulis dan
guru. Pada umumnya tempat duduk siswa diatur menurut tinggi pendeknya siswa.
Yang tinggi duduk di belakang yang pendek di depan. Pada situasi tertentu
misalnya, jika ada siswa yang tidak dapat melihat jarak jauh atau
pendengarannya kurang, atau jika banyak yang membuat gaduh, siswa tersebut
duduk di deretan paling depan tanpa menghiraukan tinggi badannya.
Pengaturan tempat duduk seperti ini tampaknya sangat baik
untuk pengajaran formal. Semua siswa duduk dalam deretan lurus dengan siswa
yang tertinggi duduk di belakang dan yang terpendek di depan. Papan tulis terletak
di muka semua siswa dan guru mengambil posisi tidak jauh dari papan tulis.
Dengan demikian papan tersebut mudah dicapai guru dan dapat dilihat oleh semua
siswa. Jenis pengaturan tempat duduk seperti ini juga memudahkan bergerak
antara deretan dan pengumpulan serta pembagian buku dan bahan lain.
Bila digambarkan maka tipe pengaturan tempat duduk
tradisional seperti tersebut di atas seperti yang dikemukakan Noorhadi 1985:45
adalah sebagai berikut:
Pengaturan Tempat Duduk pada Umumnya
Jenis pengaturan tempat duduk seperti dijelaskan di atas kadang-kadang mengurangi kemampuan belajar siswa. Posisi guru membuat dirinya mempuryai otoritas mutlak dan memberikan pengaruh langsung yang besar kepada siswa akhirnya siswa menjadi terlalu tergantung. Tidak ada kelompok kerja yang dapat dilakukan. Komunikasi antara siswa sangat terbatas.
Jenis pengaturan tempat duduk seperti dijelaskan di atas kadang-kadang mengurangi kemampuan belajar siswa. Posisi guru membuat dirinya mempuryai otoritas mutlak dan memberikan pengaruh langsung yang besar kepada siswa akhirnya siswa menjadi terlalu tergantung. Tidak ada kelompok kerja yang dapat dilakukan. Komunikasi antara siswa sangat terbatas.
Tipe atau pola pengaturan tempat duduk yang kedua adalah:
Pola pengaturan tempat duduk yang berkelompok. Pola ini mengatur tempat duduk
secara berkelompok. Siswa dapat berkomunikasi dengan mudah satu sama lain dan
dapat berpindah dari satu kelompok ke kelompok lainnya secara tak terbatas.
Pola ini lebih mudah bagi siswa untuk bekerja sama dan menolong satu sama lain
sebagai teman sebaya.
Kepemimpinan dan kerja sama merupakan dua unsur yang
penting dari hubungan kelas, sebagai akibat dari pola tempat duduk ini. Bila
anak perlu mengerjakan tugas kelompok atau memecahkan masalah secara
bersama-sama, guru diserahkan memakai pola susunan tempat duduk berkelompok.
Tempat duduk dengan pola berkelompok ini adalah sebagai berikut:
Tempat Duduk dengan Pola Berkelompok. Pada pola ini guru
sebaiknya membatasi besarnya tiap kelompok agar tidak lebih dari enam anak.
Pembatasan ini dapat mencegah adanya siswa yang bersembunyi di belakang teman-teman
lainnya dan tidak berpartisipasi penuh dalam kegiatan kelompok. Kadang-kadang
guru harus memutuskan sendiri susunan kelompok siapa-siapa yang menjadi
anggotanya tetapi pada saat lain siswa juga perlu diberi kesempatan memutuskan
sendiri menjadi anggota kelompok yang sesuai dengan pilihannya.
Setiap kelompok harus ada pemimpinnya, namun sebaiknya
kepemimpinan dilakukan secara bergilir, sehingga setiap siswa
sekurang-kurangnya memperoleh kesempatan untuk memimpin.
Dalam situasi ini, otoritas guru berperan dalam posisi
terdesentralisasi. Dia hanya memberi bimbingan kepada siswa. Pola pengaturan
tempat duduk yang ketiga adalah pola pengaturan tempat duduk formasi tapal
kuda. Pada pola ini; posisi guru berada di tengah-tengah siswanya. Pola semacam
ini dapat dipakai jika pelajaran banyak diterapkan diskusi antara siswa dengan
guru seperti ini menggaris bawahi otoritas guru dan sekaligus juga memisahkan
guru dari kelompok. Namun kelompok tetap dalam pengawasan guru bagaikan sinar
yang memanear ke setiap anggota kelompok yang duduk dalam formasi ini.
Hal ini juga memudahkan waktu pengaturan berkonsultasi
dan berkomunikasi. Demikian pula banyak membuang waktu jika pengaturan seperti
ini diubah menjadi pola berkelompok. Atau formasi kelompok keeil. Begitu juga
sebaliknya, lebih-Iebih bila kelompok itu harus berkumpul untuk menyajikan
laporan kelompoknya.
Pengaturan Tempat Duduk dengan Formasi Tapal Kuda. Pola pengaturan keempat adalah pola
pengaturan tempat duduk meja bundar dan persegi. Pengaturan semacam ini juga
baik untuk mangajar yang disajikan dengan diskusi. Bentuk formasinya bisa bulat
atau bisa persegi. Berbeda dengan pola tapal kuda, otoritas guru sama sekali
tidak terpusat dan kepemimpinan formal tidak berperan sama sekali. Hakikatnya,
dalam pengaturan seperti ini biasanya tidak ada pemimpin kelompok. Bila ada
yang harus direkam atau didengarkan maka bentuk ini adalah yang paling baik.
Seandainya ada satu obyek yang harus diragakan atau dalam pengajaran olahraga,
seni tari pada saat guru memberi contoh gerakan-gerakan yang diajarkan, maka
guru berada di tengah-tengah, sehingga mudah dilihat dan diberi komentar oleh
samua siswa. Selama kegiatan kelas tertentu, baik sekali untuk tidak membatasi
siswa dengan tipe pengaturan tempat duduk yang khusus. Siswa diperbolehkan
dengan siswa siapa saja yang ia pilih dimanapun untuk belajar dengan baik. Di
sini perlu ditekankan bahwa guru harus dapat melihat apa yang terjadi di
berbagai lokasi tempat duduk berada. Pola pengaturan tempat duduk meja bundar
dan persegi dapat digambarkan seperti berikut ini.
Dalam belajar siswa memerlukan tempat duduk. Tempat duduk
mempengaruhi siswa dalam belajar. Bila tempat duduk bagus, tidak terlalu
rendah, tidak terlalu besar, bundar, persegi empat panjang, sesuai dengan keadaan
tubuh siswa, maka siswa akan belajar dengan tenang.
Bentuk dan ukuran tempat yang digunakan sekarang
bermacam-macam, ada yang satu tempat duduk dapat diduduki oleh beberapa orang,
ada pula yang hanya dapat diduduki oleh seorang siswa. Sebaiknya tempat duduk
siswa itu ukurannya jangan terlalu besar agar mudah diubah-ubah formasinya. Ada
beberapa bentuk formaasi tepat duduk yang dapat digunakan sesuai dengan
kebutuhan. Apabila pengajaran itu akan ditempuh dengan cara berdiskusi, maka
informasi tempat duduknya sebaiknya berbentuk melingkar. Jika pengajaran
ditempuh dengan metode ceramah, maka tempat duduknya sebaiknya berderet
memanjang ke belakang.
Di dalam Alkitab Amsal pasal 1-9 menjelaskan secara
retorika bahwa peranan seorang pendidik adalah fasilitator. Pendidik
menciptakan suasana yang kondusif dan melaksanakan strategi pendidikan yang
persuasive dengan menggunakan metode-metode pengajaran yang sangat dideskriftif
serta memberikan umpan balik. Peserta didik diharapkan dapat berpartisipasi
aktif dan diberikan kebebasan untuk memilih dan memutuskan.
Keteladanan Yesus sebagai guru agung dapat menjadi
panutan bagi pendidik yang berperan sebagai fasilitator. Di mana Dia mendidik
melalui pengajaran verbal, ceramah, berkhotbah, cerita, perumpamaan atau ilustrasi,
pertanyaaan, penugasan dan perbuatan nyata (bnd. Yoh. 1:1-3,14,15,18)
demikianlah seorang pndidik dalam melaksanakan perananya di dalam pendidikan.
c)
Ventilasi dan pengaturan cahaya
Ventilasi harus cukup menjamin kesehatan peserta didik.
Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan panas cahaya matahari masuk,
udara sehat dengan ventilasi yang baik, sehingga semua peserta didik dalam
kelas menghirup udara segar yang cukup mengandung O2 peserta didik harus dapat
melihat tulisan dengan jelas, tulisan di papan, pada bulletin board, buku
bacaan dan sebagainya. Kapur yang digunakan sebaiknya kapur bebas dari abu dan
selalu bersih. Cahaya harus datang dari sebelah kiri, cukup terang akan tetapi
tidakn menyilaukan.
a) Ada
ventilasi yang sesuai dengan ruangan kelas.
b) Sebaiknya
tidak merokok.
c) Pengaturan
cahaya perlu diperhatikan
d) Cahaya
yang masuk harus cukup .
e) Masuknya
kea rah kiri, jangan berlawanan dengan bagian depan.
Akhirrnya, untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya
bagi siswa dalam belajar, hal- hal berikut kiranya dapat dijadikan pegangan
yaitu:
a) Mengatur
tempat duduk siswa yang harus mencerminkan belajar yang efektif. Bangku
disediakan yang memungkinkan dipindah-pindah atau diubah tempatnya
b) Ruangan
kelas yang bersih dan segar akan menjadikan siswa bergairah belajar.
c) Memelihara
kebersihan dan kenyamanan suatu/ ruang belajar, sama artinya dengan mempermudah
siswa menerima pelajaran.
Landasan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah,
yaitu Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006
tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang memuat
pengenbangan diri peserta didik dalam struktur kurikulum setiap satuan
pendidikan difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga
kependidikan dan Dasar Standarisasi Profesi Konseling yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Tahun 2004 untuk memberi arah pengembangan profesi
konseling di sekolah dan di luar sekolah dan di luar sekolah ( Mulyasa,
2004:67).
Seorang pendidik terpanggil untuk memperlengkapi anak
didiknya tentang era globalisasi yang semakin melanda ke pelosok dunia,
tentunya guru PAK memberikan wawasan-wawasan yang berguna dalam mendorong anak
didik mengahadapi tantangan zaman yang cenderung diwarnai oleh penyimpangan dan
ke normalan
Sebagai Guru Pendidikan Agama Kristen, harus senantiasa
menolong orang yang bermasalah agar keluar dari pergumulannya. Sebagaimana
Allah menyelamatkan umat manusia melalui Yesus Kristus. Hal ini sejalan dengan
Eduard Therneysen ( dalam Abineno, 2000:22) yang mengatakan “ bahwa bentuk
pelayanan pastoral yang benar-benar melayani injil sebagai berita presensia dan
aktivitas Allah yang menyelamatkan dalam Yesus Kristus kepada orang orang yang
berdosa”.
Tetapi perlu diingat Pemberitaan firman dalam pastoral konseling (pemeliharaan jiwa)
berbeda dengan pemberitaan firman dalam khotbah. Untuk itu lebih jelas mengenai
perbedaan tersebut sebagaimana dikatakan Roscam Abbing ( dalam Abineno
2000:27-28) yaitu :
a) Pemberitaan
firman dilayani untuk jemaat, sedangkan pastoral konseling untuk anggota jemaat
secara individual.
b) Pemberitaan
firman terutama mengandung unsur pemberitaan, sedangkan pastoral konseling
mengandung unsur nasihat.
c) Dalam
pemberitaan firman pada hari minggu injil didahulukan, sedangkan dalam pastoral konseling pada
hari-hari kerja.
d) Dalam
pemberitaan firman anugerah tampil ke muka, sedangkan pastoral konseling
hukuman
e) Pemberitaan
firman bertalian dengan keakuan, sedangkan pastoral konseling berhubungan
dengan sifat dan watak manusia.
f) Pemberitaan
firman mengandung unsur kesaksian, sedangkan pastoral konseling mengandung
unsur nasihat.
g) Pemberitaan
firman berlangsung dalam ketenangan, sedangkan pastoral konseling dalam
pergumulan ( perjuangan).
Sebagai
guru Pendidikan Agama Kristen sudah sewajarnyalah kalau program bimbingan dan
konseling dilakukan dengan penuh kasih belenggu dosa. Demikianlah guru
Pendidikan Agama Kristen melakukan program bimbingan dan konseling untuk
menolong orang-orang yang bermasalah dan membebaskannya dari pergumulan hidup
peserta didik.
d)
Prinsip- prinsip Pengelolaan Kelas
Masalah pengelolaan kelas bukanlah merupakan tugas yang
ringan. Berbagai faktorlah yang menyebabkan kerumitan itu. Secara umum
faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan kelas dibagi menjadi dua golongan
yaitu, faktor intern siswa dan faktor ekstren siswa. Faktor intern siswa
berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Kepribadian siswa
dengan ciri-ciri khasnya masing-masing menyebabkan siswa berbeda dari siswa
lainnya secara individual. Perbedaan secara
individual ini dilihat dari segi aspek, yaitu perbedaan biologis, intelektual,
dan psikologis.
Sedangkan faktor ekstren siswa terkait dengan masalah
suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokan siswa, jumlah siswa
di kelas, dan sebagainya. Semakin banyak jumlah siswa di kelas, misalnya dua
puluh dua orang ke atas cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya,
semakin sedikit jumlah siswa di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik.
Mustahil kekacauan di kelas tidak dapat dibatasi. Selama
ada usaha dari guru, kekacauan di kelas pasti dapat dipecahkan. Memang diakui
bahwa kelas dari waktu ke waktu, dari hari ke hari, hari ini, esok, atau lusa,
selalu menunjukan suasana yang berbeda. Kemarin suasana kelas tenang. Boleh
jadi hari ini suasana kelas ribut dan panas. Sewaktu-waktu kebaikan belajar
siswa terganggu dengan datangnya gangguan dari luar kelas dalam berbagai bentuk
dan jenisnya, misalnya ada kebakaran di sekitar sekolah, ada maling di siang
bolong,ada tabrakan kendaraan bermotor, dan sebagainya.
Dalam rangka memperkecil masalah ganagguan dalam
pengelolaan kelas, prinsip-prinsip pengelolaan kelas dapat dipergunakan. Maka
adalah penting bagi guru untuk mengetahui dan menguasai prinsip-prinsip
pengelolaan kelas yang di uraikan berikut ini.
a) Hangat
dan Antusias
Hangat dan antusias diperlukan dalam proses belajar
mengajar. Guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukan
antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil dalam
mengimplementasikan pengelolaan kelas
b) Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau
bahan-bahan yang menentang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar
sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
Tambahan lagi, akan dapat menarik, perhatian anak didik dan dapat mengendalikan
gairah belajar mereka.
c) Bervariasi
Penggunaan alat atau media, atau bantu, gaya mengajar
guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya
gangguan, meningkatkan perhatian anak didik. Apalagi bila penggunaanya
bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Sesaat. Kevariasian dalam penggunaan apa
yang disebutkan di atas merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas
yang efektif dan menghindari kejenuhan.
d) Keluwesan
Keluwesan tingkah laku guru untuk mngubah strategi
mengajarinya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didik serta
menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya
gangguan seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan
tugas, dan sebagainya.
e) Penekanan
pada Hal-hal yang positif
Pada
dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan pada hal-hal yang
positif dan menghindari pemusatan perhatian anak didik pada yang negatif.
Penekanan pada hal yang positf, yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap
tingkah laku anak didik yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang
negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang
positif, dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat menggangu
jalannya proses belajar mengajar.
e)
Komponen- komponen keterampilan pengelolaan kelas
Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan
pemeliharaan kondisi belajar yang optimal terdiri dari keterampilan sikap
tanggap, membagi perhatian, pemusatan perhatian kelompok. Keterampilan suka
tanggap ini dapat dilakukan dengan cara: memandang secara saksama, gerak
mendekati, memberi pertanyaan, dan memberi reaksi terhadap kegangguaan dan
ketidakacuhan. Yang termasuk ke dalam keterampilan memberi perhatian adalah
visual dan verbal. Tetapi memberi tanda, penghentian jawab, pengarahan dan
petunjuk yang jelas, penghentian, penguatan, kelancaran, dan kecepatan.
Merupakan sub bagian dari keterampilan pemusatan dari keterampilan pemusatan
perhatian kelompok.
3. Definisi
Variabel Y (Perkembangan Minat Belajar Siswa Pada Pelajaran Agama Kristen)
a. Definisi Perkembangan
Perkembangan adalah suatu proses perubahan,yaitu
perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan yang lain, dan hal ini terjadi
pada diri seseorang secara terus-menerus sepanjang hayatnya (Bahawi, 1985:67). Perkembangan merupakan
pengertian di mana terdapat struktur yang terorganisasikan dan mempunyai
fungsi-fungsi tertentu, dan karena itu bilamana terjadi perubahan progresif
dalam organisasi pada organisme, dan
organisme ini dilihat sebagai fungsional dan adaptif sepanjang hidupnya.
Perubahan-perubahan progresif ini meliputi dua factor, yakni kematangan dan pengalaman ( Singgih
Gunarsa, 2003:30).
Perkembangan adalah proses perubahan dan kemampuan pada
suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungannya.
Perkembangan bersangkutan erat dengan baik pertumbuhan maupun potensi- potensi
( kemampuan-kemampuan bawaan) dari tingkah laku yang sensitive ( peka) terhadap
rangsangan-rangsangan lingkungan ( Adi Mappiare, 1982:45).
b.
Definisi Minat belajar
Minat
berarti kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Sardiman A. M.
(2001:39) berpendapat bahwa “ minat
diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat
cirri-ciri atau arti sementara. Minat merupakan salah satu factor yang dapat
mempengaruhi usaha dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha
yang gigih serius dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan. Jika
seorang siswa memiliki rasa ingin belajar ia akan cepat dapat mengerti dan
mengingatnya. Elizabeth B. Hurlock (2003:56).
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal. Siswa
dididik agar dapat meneruskan pembangunan, anak siswa sebagai anak bangsa perlu
pendidikan sejak dini. Pendidikan rohani. Minat adalah salah satu aspek dari
kepribadian yang turut mempengaruhi kemampuan. Menurut Doyils Fryer (1996:15)
merupakan suatu sikap relative menetap pada diri seseorang yang akan melakukan
sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin
melakukan sesuatu.”
Menurut Slameto (2001:45) minat adalah suatu rasa lebih
suka dan rasa ketetarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa yang menyuruh.
Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri
dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat semakin besar minat.
Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu penyataan
yang menunjukan bahwa siswa menunjukan bahwa
siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula
dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki
minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih
besar terhadap subjek tersebut
Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh
kemudian. Minat terhadap sesuatu dipelajari dan mempengaruhi belajar
selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat-minat baru. Jadi minat merupakan
hasil belajar dan menyongkong belajar selanjutnya. Walaupun minat terhadap
sesuatu hal tidak merupakan hal yang hakiki untuk dapat mempelajari hal
tersebut asumsi umum menyatakan bahwa minat akan membantu seseorang
mempelajarinya.
Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah
membantu siswa melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk
mempelajarinya dengan diri sendiri sebagai individu. Proses ini berarti
menunjukan pada siswa bagaimana pengetahuan atau kecakapan tertentu
mempengaruhi dirinya, melayani tujuan-tujuanya, memuaskan kebutuhan
kebutuhanya. Bila siswa menyadari bahwa belajar merupakan suatu alat untuk
mencapai beberapa tujuan yang dianggapnya penting, dan bila siswa melihat bahwa hasil dari
pengalaman belajarnya akan membawa kemajuan pada dirinya, kemungkinan besar ia
akan berminat (dan bermotivasi) untuk mempelajarinya. Suatu minat dapat
diekspresikan melalui suatu penyataan yang menunjukan bahwa siswa lebih
menyukai suatu hal daripada hal yang lain.
Minat sangat dekat hubungannya dengan kebutuhan. Misalnya
seorang anak laki –laki yang sedang berkembang, yang membutuhkan pertumbuhan
fisik dan menaruh minat terhadap aktivitas-aktivitas fisik, seperti sepak bola,
basket, dan aktivitas-aktivitas lainnya yang dapat mempercepat pertumbuhannya.
Begitu juga anak kecil yang membutuhkan hubungan dengan orang lain akan sangat
menaruh minat terhadap alat komunikasi yaitu bahasa. Minat timbul dari
kebutuhan anak-anak akan merupakan factor pendorong bagi anak dalam
melaksanakan usahanya. Jadi dapat dilihat bahwa minat adalah sangat penting
dalam pendidikan, sebab merupakan sumber dari usaha. Anak-anak tidak perlu
mendapat dorongan dari luar, apabila pekerjaan yang dilakukan cukup menarik
minatnya ( Wrigstone, 1999:294).
Minat dapat dikatakan sebagai keinginan maka selalu
diperhadapkan dalam dua alternative yaitu perubahan hidup mampu membedakan yang
benar dan yang salah ( Ibrani 5:14) artinya anak didik berminat dan tertarik
mengikuti kegiatan pelajaran apabila kebenaran Allah dapat dipergunakan sebagai
cermin bagi hidup. Untuk itu guru PAK
harus membekali diri memotivasi anak didik melalui kebenaran alkitab sehingga
anak didik merasakan kasih Allah yang nyata dalam hidupnya.
c.
Ciri-ciri minat belajar
Dalam minat
belajar memiliki beberapa ciri-ciri. Menurut Elizabeth (dalam Susanto, 2013:62)
menyebutkan ada tujuh ciri minat belajar sebagai berikut :
1. Minat
tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental
2. Minat
tergantung pada kegiatan belajar
3. Perkembangan
minat mungkin terbatas
4. Minat
tergantung pada kesempatan belajar
5. Minat
dipengaruhi oleh budaya
6. Minat
berbobot emisional
7. Minat
berbobot egoisentris, artinya jika seseorang senang terhadap sesuatu, maka akan
timbul hasrat untuk memilkinya.
Menurut Slameto (2003:57) siswa yang berminat dalam
belajar adalah sebagai berikut:
1. Memiliki
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang sesuatu yang
dipelajarinya secara terus menerus.
2. Ada
rasa suka dan senang terhadap sesuatu yang diminatinya
3. Memperoleh
sesuatu kebanggan dan kepuasan pada suatu yang diminati
4. Lebih
menyukai hal yang lebih menjadi minatnya daripada hal lainya.
5. Dimanifestasikan
melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
minat belajar adalah memiliki kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang sesuatu secara terus menerus, memperoleh kebanggaan dan kepuasan
terhadap hal yang diminati, berpartisipasi pada pembelajaran, dan minat belajar
dipengaruhi oleh budaya. Ketika siswa ada minat dalam belajar maka siswa akan
senantiasa aktif berpartisipasi dalam pembelajaran dan akan memberikan prestasi
yang baik dalam pencapaian
d.
Definisi Belajar
Menurut
Nana Sudjana (1998:28) “ belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang”. Sejalan dengan pendapat di atas, H. Abu
Ahmad dan Widodo Supryono (2004:128) mengatakan, “ belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungan.”
Pengertian belajar Skimer ( dalam Walgito, 2010:184)
memberikan definisi “Learning is a process
of progressive behavior adaptation”.Sedangkan menurut Walgito (2010:185)”
belajar merupakan perbahan perilaku yang mengakibatkan adanya perubahan
perilaku ( change in behavior or
performance)”. Menurut White Tteke ( Djamara 2011: 12) merumuskan bahwa
belajar sebagai proses dimana tingkahlaku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman.
Pengertian di atas maka dapat disampaikan yang dimaksud
dengan belajar berarti usaha mengubah tingkahlaku setelah berakhirnya aktivitas
belajar, jadi belajar akan membawa perubahan kepada individu yang belajar yaitu
perubahan yang tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan tapi
juga bentuk kecakapan keterampilan,sikap dan penyesuaian diri.
e. Definisi Siswa
Siswa adalah setiap manusia yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan
formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis
pendidikan tertentu.
Menurut KBBI ( Kamus Bahasa Indonesia ) siswa merupakan “
murid”, terutama pada tingkat sekolah dasar menengah, pelajar. Siswa dalam
jenjang pendidikan menengah pertama dan menengah atas. Siswa ialah komponen
masukan dalam sistem pendidikan yang selanjutnya diproses pendidikan. Yang
sehingga menjadi manusia yang berkaulitas sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan, siswa dapat ditinjau dari berbagai
pendekatan antara lain, pendekatan sosial, pendekatan psikologis dan pendekatan
edukatif / pedagogis.
f. Pendidikan Agama Kristen (PAK)
Pendidikan agama adalah usaha sadar untuk menyiapkan
siswa dalam menyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama. Pendidikan
agama berfungsi untuk menumbuhkan sikap dan perilaku manusia berdasarkan iman
keagamaan melalui kehidupan sehari-hari, dengan mnghormati /menghargai agama
lain dalam hubungan kerukunan antara umat beragama di masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional dan berlandaskan Pancasila serta UUD 1945. Fungsi
pendidikan agama di sekolah ialah memberikan sumber nilai-nilai sebagai pedoman
hidup dalam hidup dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kebahagian hidup
di dunia dan di sorga.
Adapun pengajaran agama ialah untuk menyampaikan
pengetahuan keaagaman yang fungsional, bertujuan untuk meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa tentang agama ( Dapertemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1994). Jadi, pengajaran agama mencakup baik
pengembangan ranah kognitif, afektif dan psykomotorik.
Rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat,berilmu, cakap, kreartif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 1999:5).
Secara Pendidikan Agama Kristen dapat dikatakan sebagai
Pendidikan Kristen, yang dapat diartikan sebagai pendidikan yang bercorak,
berdasarkan dan berorientasi Kristiani.
Pendidikan Agama Kristen merupakan usaha bersengaja dan
sistematis, ditopang oleh upaya rohani dan manusiawi untuk mentransmisikan
pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap, keterampilan-keterampilan dan tingkah
laku yang bersesuaian atau konsisten dengan iman Kristen, dalam rangka
mengupayakan perubahan, pembaharuan dan reformasi pribadi-pribadi, kelompok
bahkan struktur oleh kuasa Roh kudus, sehingga peserta didik hidup sesuai
dengan kehendak Allah sebagaimana dinyatakan oleh Alkitab, terutama dalam Yesus
Kristus (Robert W. Pazmino dalam Samuel sijabat, 1995:28).
Istilah pendidikan Kristen berasal dari bahasa Inggris
yakni Christian Education. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai
Pendidikan Agama Kristen. Di mana Pendidikan Agama Kristen merupakan pendidikan
yang berporos pada pribadi Tuhan Yesus Kristus dan Alkitab (Firman Allah)
sebagai dasar atau sumber acuannya ( Homrighausen, 2004:31).
Rasul paulus mengidentifikasikan pendidikan sebagai
proses pendewasaan atau peneguhan iman. Setelah menerima Kritus, supaya iman
mereka semakin teguh (Bnd. Kol. 2:6-7). Jadi dapat ditegaskan Pendidikan Agama
Kristen yang Alkitabiah harus mendasarkan diri pada Alkitab sebagai firman
Allah dan menjadikan Kristus sebagai pusat beritanya dan harus bermuara pada
hasilnya, yaitu mendewasakan muridnya.
g. Aspek- aspek Minat
Belajar
Menurut Slameto (2010:180) beberapa indicator minat
belajar siswa yaitu: adanya keinginan, motivasi, percaya diri
1) Keinginan
Menurut
poerwadani (1996:3332) seseorang yang mempunyai terhadap sesuatu dia akan mempunyai keinginan yang besar untuk
belajar. Dia belajar karena keinginan atau kemauannya sendiri bukan karena
paksaan atau suruhan orang.lain. Dia berkeinginannya untuk mengikuti pelajaran
dengan baik dan mengulang kembali pelajaranya. Perhatian yang aktif kepada
suatu objek dengan keinginan dan kemampuan yang berasal dari dalam diri siswa
tersebut maka sikap siswa akan Nampak kearah mana kesukaan hatinya. Apabila di
implikasikan dalam belajar, aspek ini merupakan sikap yang di timbulkan oleh
karena adanya minat terhadap pelajaran PAK maka siswa Nampak lebih cenderung
mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Kristen.
Menurut
Djaali (2014:30) keinginan diibaratkan seperti anak yang baru belajar berjalan
( Toddler). Anak yang baru berjalan (Toddler) ingin memuaskan keinginannya
sesaat. Tidak terpenuhinya keinginan sesaat tersebut membuat mereka frustasi
dan marah, misalnya mereka ingin, dilayani pada waktu makan. Apabila keinginan
mereka tidak terpenuhi, membuat mereka marah. Luapan emosi anak Toddler sulit
dapat dikontrol. Cinta, kesedihan, ketakutan sewaktu-waktu menguasai anak.
Selama periode toddler, anak meningkatkan kemampuannya untuk mengendalikan
implus mereka. Salah satu alas an berkurangnya frustasi anak adalah karena
menghargai masa depan. Toddler berulang kali menemukan bahwa apa yang mereka
inginkan, meskipun tidak tersedia saat itu juga, biasanya tersedia setelah itu.
Tugas perkembangan
berikut pada tahap ini adalah bahasa fantasi. Anak baru mulai berjalan memakai
bahasa untuk menyatakan perasaan mereka. Mereka belajar memakai bahasa untuk
menyela tindakan implusif. Anak belajar memahami kata-kata yang menyenangkan
yang diucapkan orang tuanya sehingga mereka dapat mengurangi sakit dan
penderitaan, misalnya perkataan “pahlawan tidak pernah menangis.”
Dalam fantasi, toddler mengontrol situasi yang jauh di
luar kemampuan dunia nyata mereka. Lama- kelamaan mereka menjadi tuan bukan
lagi budak dari kebutuhan emosi mereka. Pada periode awal toddler, dapat
mengatur implus mereka secara efektif dengan memahami waktu, keterampilan
bahasa, dan peluang mengekspresikan
fantasi. Toddler memiliki perasaan dapat
mengendalikan peristiwa di sekeliling mereka. Anak toddler memiliki keyakinan
diri bahwa apa yang dilakukan orang tua atau anggota keluarga lain yang lebih
besar dapat juga mereka kerjakan, dengan samboyan anything you can do. I can do it better.
Apabila mereka
melakukan sesuatu pekerjaan yang kompleks dan berhasil, mereka mendapat
keyakinan diri akan kemampuannya. Mereka merasa berharga sebagai anggota keluarga
lainnya. Akan tetapi, kadang-kadang pekerjaan itu tidak dapat mereka lakukan
dan menyebabkan mereka frustasi serta tidak berani. Jika orang tua mengatakan
kepada anak untuk tidak mencoba, juga membuat mereka frustasi karena mereka
beranggapan dapat melakukannya dengan baik . Pemecahan yang terbaik adalah
dengan membiarkan mereka melakukannya, tetapi memberikan bantuan apabila perlu.
Keinginan adalah sebuah kondisi dimana kita merasa mau
memilliki, dipenuhi, pada hal-hal yang sekitarnya dianggap kurang, namun
keinginan tidak bersifat harus atau wajib. Pada dasarnya keinginan hanyalah
sebuah tambahan dan hal-hal yang dikira kurang
Menurut Crow & Crow ( dalam Abror, 1993: 112) minat
adalah suatu hal yang berhubungan dengan daya gerak yang mndorong kita
cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda, kegiatan ataupun bisa juga
berupa pengalaman yang efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.
a) Motivasi
Menurut Ngalim
(2017:71) motivasi adalah “pendorongan”. Suatu usaha yang disadari untuk
mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia bergerak hatinya untuk bertindak
melakukan sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Motivasi merupakan
pendorong bagi perbuatan seseorang. Ia menyenangkan awal mengapa seseorang
berbuat demikian dan apa tujuannya sehingga ia berbuat demikian. Untuk mencari
jawaban pertanyaan tersebut, mungkin kita harus mencari pada apa yang
mendorongnya (dari dalam) dan atau pada rangsang atau stimulus (factor luar)
yang menariknya untuk melakukan perbuatan itu. Mungkin ia didorong oleh
naluriny, atau boleh keinginanya memperoleh kepuasan, atau mungkin juga karena
kebutuhan hidupnya yang sangat mendesak.
Minat seseorang yang semakin tinggi bila disertai
motivasi, baik yang bersifat internal ataupun ekstrenal. Menurut D.P.
Tampubolon minat merupakan perpaduan
antara keinginan dan kemampuan yang dapat berkembang jika dan motivasi ( D.P
Tampubolon, 1993). Seorang siswa yang ingin memperdalam ilmu pengetahuan
tentang Matematika misalnya, tentu akan teraarah minatnya untuk membaca
buku-buku tentang matematika mendiskusinya, dan sebagainya.
Motivasi berasal dari kata “ motif” yang diartikan
sebagai “ daya penggerak” yang telah
menjadi aktif’ (Sardiman, 2001:71). Pendapat lain juga mengatakan bahwa
motivasi adalah “ keaadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan”. (Soeharto dkk, 2003:110)
Pengertian motivasi
menurut iman Kristen memang tidak tersurat di dalam Alkitab. Namun semua firman
Tuhan dijadikan pedoman dan penguatan dalam
hidup manusia firman Tuhan memberikan dorongan kepada manusia untuk
tetap menjalani hidup dan memuliakan nama Tuhan. Tuhan Yesus sendiri mempunyai
motivasi dalam melakukan karya penyelamatan-Nya yaitu kasih kepada manusia.
Maka dari itu, sebagai orang percaya, kita harus menjadikan Tuhan Yesus sebagai
aktivitas yang dilakukan, semuanya ditunjukan untuk kemuliaan Tuhan bukan untuk
diri sendiri ( Kolose 3:23). Bahkan, Tuhan sendiri yang akan memberikan
kekuatan dan semangat bagi anak-anak-Nya terutama mereka mempunyai tingkat
motivasi yang rendah (Yesaya 40:29). Tuhan tidak akan membiarkan anak-anak-Nya
kehilangan motivasi untuk mencapai tujuan akhir hidup mereka.Banyak cara Tuhan,
untuk memotivasi anak-anak-Nya. Tuhan tidak pernah kehilangan akal dalam hal
ini. Tuhan akan memberikan penguatan dari dalam diri anak tersebut melalui Roh
Kudus yang berkarya.
Dengan melihat kondisi dan komponen kelas, seorang guru
Kristen harus mampu menciptakan motivasi yang benar bagi siswa-siswinya. Hanya
ada dua kemungkinan yang terjadi pada siswa yaitu siswa yang mempunyai motivasi
belajar tinggi atau siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah. Untuk yang
sama. Guru terlebih dahulu harus memahami perkembangan pribadi siswa untuk
mengetahui tingkat mengetahui tingkat motivasi anak didiknya tersebut.
Dengan begitu guru
dapat menciptakan lingkungan belajar yang cocok dan nyaman, contohnya dengan
menyusun tempat duduk siswa berdasarkan kelompok agar siswa saling berbaur,
atau membuat peraturan kelas yang sederhana. Selain itu, guru Kristen dapat
menunjukan karakter kristus untuk memotivasi siswa secara tidak langsung,
dengan cara menghargai siswa sebagai gambar dan rupa Allah sehingga guru akan
memberikan yang terbaik untuk siswanya, misalnya mendoakan siswa-siswinya,
murah senyum, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, memberikan ekspetasi
positif semua kemampuan siswa, dan memuji hasil pemikiran siswa dengan memberi
penghargaan namun tidak memberikan hadiah dalam bentuk barang.
Untuk mengembangkan motivasi yang baik pada anak didik
kita disamping kita harus menjauhkan saran-saran atau sugesti yang negative
yang dilarang oleh agama, yang lebih penting lagi adalah membina pribadi anak
didik agar dalam diri anak-anak terbentuk adanya motif-motif yang mulia, luhur,
dan dapat diterima masyarakat. Untuk itu, berbagai usaha dapat lakukan. Kita
dapat mengatur dan menyediakan situasi-situasi,baik dalam lingkungan keluarga
maupun disekolah yang memungkinkan timbulnya persaingan atau kompetensi yang
sehat antar anak didik kita, membangkitkan self-competation
dengan jalan menimbulkan perasaan puas terhadap hasil-hasil dan prestasi
yang telah mereka capai, betapa pun didik kecil atau sedikitnya hasil yang
dicapai itu. Membiasakan anak didik mendiskusikan suatu pendapat atau cita-cita
mereka masing-masing dapat pula memperkuat motivasi yang baik pada diri mereka.
Janganlah hendaknya anak mau belajar dan bekerja hanya karena takut dimarahi,
dihukum, mendapat angka merah, atau takut tidak lulus dalam ujian.
b) Percaya
diri.
Percaya diri
merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Orang yang percaya diri yakni atau kemampuan mereka sendiri serta
memiliki pengharapan yang realistis
Menurut Thantawaty
dalam kamus istilah bimbingan dan konseling (2005:87) percaya diri adalah
kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi kenyakinan kuat pada
dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya
diri memiliki konsep diri negative, kurang percaya pada kemampuannya, karena
itu sering menutup diri.
Menurut Lauster (2002:4) kepercayaan diri merupakan sikap
atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya
tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk
melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginan dan tanggung jawab atas
perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan
prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Lauster
menggambarkan bahwa orang yang mempunyai kepercayaan diri (toleransi), tidak
membutuhkan dorongan orang lain, optimis dan gembira.
Orang yang percaya diri lebih mampu dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan yang baru, orang percaya diri biasanya akan lebih mudah
berbaur dan beradaptasi dibandingkan dengan tidak percaya diri. Karena orang
yang percaya diri memiliki pegangan yang kuat, mampu mengembangkan motivasi, ia
juga sanggup bekerja keras untuk kemajuan serta penuh kemajuan, serta penuh
keyakinan terhadap peran yang dijalaninya.
Merasa diri kompoten atau mampu, merupakan potensi untuk
dapat berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Prinsip yang berlaku dalam
hal ini adalah bahwa motivasi akan meningkatkan sejalan dengan meningkatnya
harapan untuk berhasil. Harapan peserta didik seringkali dipengaruhi oleh
pengalaman sukses di masa lampau. Motivasi dapat memberi kekuatan untuk membawa
keberhasilan (prestasi), dan selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan
memotivasi untuk mengerjakan tugas berikutnya
C.
Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual ini berorientasi
kepada masalah : Hubungan Pengelolaan Kelas Dengan Minat Belajar siswa pada
Pelajaran PAK di SMP 6 Pematangsiantar.Untuk menguji kebenaranya, maka kerangka
konseptual ini membahas tentang :
1. Kondisi
fisik
Lingkungan
fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil perbuatan
belajar. Lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal
mendukung meningkatkan intensitas proses perbuatan belajar peserta didik dan
mempunyai pengaruh postif terhadap pencapaian tujuan pengajaran.
2. Pengaturan
tempat duduk.
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah smemungkinkan
terjadinya tatap muka, di mana dengan demikian guru sekaligus dapat mengontrol
tingkah laku peserta didik. Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi
kelancaran pengaturan proses belajar mengajar.
3. Ventilasi
dan pengaturan cahaya
Ventilasi harus cukup menjamin kesehatan peserta didik.
Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan panas cahaya matahari masuk,
udara sehat dengan ventilasi yang baik, sehingga semua peserta didik dalam
kelas menghirup udara segar yang cukup mengandung O2 peserta didik harus dapat
melihat tulisan dengan jelas, tulisan di papan, pada bulletin board, buku bacaan
dan sebagainya. Kapur yang digunakan sebaiknya kapur bebas dari abu dan selalu
bersih. Cahaya harus datang dari sebelah kiri, cukup terang akan tetapi tidakn
menyilaukan.
C. Model Teoritis
Untuk mengetahui gambaran model
teoritis secara sistematis dalam kerangka analisis data mengenai “Hubungan
Pengelolaan Kelas Dengan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PAK di SMP
Negeri 6 Pematangsiantar”.
Variabel XVariabel Y
|
|
||||
![]() |
||||
D. Rumusan hipotesa
Berdasarkan kerangka teoritis dan
kerangka konseptual yang telah diuraikan di atas maka rumusan hipotesa umum
penelitian ini adalah : tedapat hubungan yang positif antara pengelolaan kelas
dengan perkembangan minat belajar siswa.
Dengan
hipotesa kerja sebagai berikut :
1. Hipotesa Umum
Hubungan keterampilan
pengelolaan kelas dengan perkembangan minat belajar siswa Di SMP 6
Pematangsiantar.
2. Hipotesa Khusus
a. Kondisi
fisik berhubungan positif dengan perkembangan minat belajar siswa pada
pelajaran PAK.
b. Pengaturan
tempat duduk berhubungan positif dengan perkembangan minat belajar siwa pada
pelajaran PAK.
c. Ventilasi
dan pengaturan cahaya berhubungan positif dengan perkembangan minat belajar
siswa pada pelajaran PAK.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Defenisi Operasional
Dalam defenisi operasional ini akan
diuraikan metodologi penelitian yang digunakan
dalam menyelesaikan masalah dengan menjelaskan secara singkat dari
indikator empirik variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).
I. Pengelolaan kelas (variabel X)
1.
Kondisi
fisik
Lingkungan fisik tempat belajar
mempunyai pengaruh penting terhadap hasil perbuatan belajar. Lingkungan fisik
yang menggantungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung meningkatkan
intensitas proses perbuatan belajar peserta didik dan mempunyai pengaruh
positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran.
2.
Pengaturan
tempat duduk
Dalam mengatur tempat duduk yang
penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, di mana dengan demikian guru
sekaligus dapat mengontrol tingkah laku peserta didik. Pengaturan tempat duduk
akan mempengaruhi kelancaran pengaturan proses belajar mengajar. Bebarapa
pengaturan tempat duduk dapat :
c) Berbaris
berjajar
d) Pengelompokan
yang terdiri atas 8 sampai 10 orang.
e) Setengah
lingkarangan seperti teater di mana di samping guru bisa langsung bertatap muka
dengan peserta didik juga mudah bergerak untuk segera memberi bantuan kepada
peserta didik
f) Berbentuk
lingkaran.Individual yang biasanya terlihat di ruang baca, di perpustkaan, atau
di ruang praktek laboratorium.pat duduk yang diatur.
Dengan sendirinya penataranya tempat
duduk ini dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
3. ventilasi dan pengaturan
cahaya
Adanya dan tersedianya ruang yang
sifatnya bebas di kelas di samping bangku tem Ventilasi harus cukup menjamin
kesehatan peserta didik. Jendela harus cukup besar sehingga memungkinkan panas
cahaya matahari masuk, udara sehat dengan ventilasi yang baik, sehingga semua
peserta didik dalam kelas menghirup udara segar yang cukup mengandung O2
peserta didik harus dapat melihat tulisan dengan jelas, tulisan di papan, pada
bulletin board, buku bacaan dan sebagainya. Kapur yang digunakan sebaiknya
kapur bebas dari abu dan selalu bersih. Cahaya harus datang dari sebelah kiri,
cukup terang akan tetapi tidakn menyilaukan.
II. Minat Belajar
Minat dapat diekspresikan melalui suatu
pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal
lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivasi.
Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan
perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.
Skala
pengukuran yang digunakan adalah skala interval yaitu yang didasarkan pada
penjumlahan skor untuk setiap item.
B.
Jenis Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah penelitian deskriftif yaitu yang sengaja
dirancang untuk menganalisa dan menginterpretasikan data dan menentukan
hubungan atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, kemudian
menarik kesimpulan tentang data yang dikumpulkan dan analisa. Di samping untuk
menganalisa dan untuk menginterpretasi data. Sesuai dengan itu, Arief
(1982:415) mengatakan, “metode
deskriftif ini juga menetapkan sifat dan situasi yang terjadi pada waktu
tertentu”.
Sejalan dengan itu, Amirman (1993:21) menjelaskan alasan memilih metode
deskriftif, yakni “metode deskriftif bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan
sekarang, penentuan analisa dan menginterpretasikan kondisi yang terjadi
sekarang serta menentukan hubungan antara variabel dalam fenomena yang
diteliti”.
C.
Lokasi Penelitian
Judul penelitian ini adalah Hubungan Pengelolaan Kelas dengan Minat
Belajar siswa pada Pelajaran PAKdi SMP Negeri. 6 Pematangsiantar.
.
Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah:
- Masih ada guru yang belum mampu menerapkan keterampilan dasar pembelajaran khususnya dalam mengelola kelas untuk memotivasi belajar siswa
- Lokasi penelitian ini mudah dijangkau, sehingga dapat menghemat biaya dan waktu.
- Dengan adanya KKM, sehingga guru tidak mementingkan motivasi belajar siswa melainkan mengejar target yang ditentukan.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua nilai atau pengukuran kuantitatif
maupun kwalitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan
yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari dari sifat-sifatnya (Sudjana, 1992:5).
Penelitian ini tidak selalu langsung meneliti segenap populasi tetapi
sebuah sampel yang dapat dipandang dengan representatif terhadap populasi,
karena itu maka penelitian ini yang
menjadi populasi adalah siswa SMP Negeri .
6 Pematangsiantar.
Untuk
lebih jelas dapat dilihat tabel berikut
Tabel
1.
Keadaan Populasi
Kelas
|
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
|
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
||
Kelas
VII. 1
|
11
|
7
|
18
|
Kelas
VII. 2
|
8
|
5
|
13
|
Kelas
VII. 3
|
8
|
7
|
15
|
Kelas
VII. 4
|
7
|
6
|
13
|
Kelas
VII. 5
|
15
|
6
|
21
|
Kelas
VII. 6
|
12
|
7
|
19
|
Jumlah
|
61
|
38
|
99
|
Sumber: KTU Keadaan Statistik SMPN. 6 Pematangsiantar
2. Sampel
Menurut Sudjana (1994:5) mengatakan ”sampel adalah bagian terkecil dari populasi”. Data penarikan sampel tidak
dilakukan dengan sembarangan, sebab
sampel harus dapat mewakili seluruh populasi, artinya segala karakteristik
populasi yang akan diteliti hendaknya tercermin dalam dalam sampel yang diambil atau disebut repsesentif sifatnya
dari keseluruhan.
Sejalan dengan pendapat di atas bahwa
sampel tidak dipilih dengan sembarangan. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto jika populasi <100 dijadikan
sampel
Tabel 2
Keadaan Sampel
Kelas
|
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
|
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
||
Kelas VII 1
|
11
|
7
|
18
|
Kelas VII 2
|
8
|
5
|
13
|
Kelas VII 3
|
8
|
7
|
15
|
E.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah data tentang variabel bebas dan variabel
terikat. Dalam pengumpulan data ini dipergunakan angket tertutup (kuesioner)
yang disebarkan dan diisi oleh responden. Di dalam angket tersebut akan
diajukan berbagai pertanyaan dimana responden di minta untuk menjawab dengan
memilih salah satu alternatif jawaban yang tersedia.
Alasan
memilih angket tertutup dalam pengumpulan data yaitu mengacu pada pendapat S.
Nasution (1982:151 ) yang mengemukakan bahwa keuntungan angket tertutup adalah
:
1.
Angket tertutup mudah diisi.
2.
Lebih memusatkan responden pada
pokok-pokok persoalan
3.
Waktu yang dibutuhkan untuk
mengisi relatif singkat
4.
Lebih mudah mentabulasikan dan
menganalisanya.
Angket atau kuesioner setiap
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan memiliki alternatif jawaban yang terdiri
dari 3 pilihan dengan ketentuan :
a.
Untuk pilihan “a” diberi bobot
“3”, artinya option “A” lebih besar hubungannya
b.
Untuk pilihan “b” diberi bobot
“2”. Kurang berhubungan
c.
Untuk pilihan “c” diberi bobot
“1”. Tidak berhubungan
Penyusunan angket, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi (Lay
Out) angket dengan maksud agar penyusunan item atau angket dapat terperinci
sesuai dengan Lay Out angket. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut
Tabel 3
Lay out
tentang Pengelolaan Kelas(X) Atau
variabel bebas
No
|
Aspek
yang dipertanyakan
|
Jumlah
item
|
1.
2.
3.
|
Kondisi
fisik
Pengaturan
tempat duduk
Ventilasi
dan pengaturan cahaya
|
1 – 15
16 – 30
31 –
45
|
Tabel
4
Lay out
angket tentang Minat Belajar
(Y)
atau Variabel terikat
No
|
Aspek
yang dipertanyakan
|
Jumlah
item
|
|
Minat Belajar
1. Kemauan
2. Partisipasi
3. Sikap
|
45 – 52
53 – 60
61 – 70
|
Sumber
: Di susun berdasarkan indikator Variabel bebas (X) dan Variabel terikat (Y)
F.
Alat Pengukuruan
F. 1.
Kesahihan Alat Ukur
Alat pengkuran data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner atau angket tertutup, adapun angket tertutup dalam penelitian ini
meliputi Hubungan Pengelolaan Kelas dengan Minat Belajar siswa pada Pelajaran
PAK. Agar angket tertutup (Kuesioner) dapat memberikan hasil yang tepat, perlu
diukur kesahihannya yaitu dengan menggunakan uji validitas isi kuesioner.
Alat pengukuran dapat dikatakan valid, apabila mengukur apa yang hendak
diukur dengan teliti, sehingga masalah validitas dalam penelitian ini adalah
ketelitian serta ketepatannya. Menurut Hadari Nawawi (1982:8) mengatakan bahwa ada 4 (empat) jenis-jenis
validitas yakni :
1.Construct Validity
Construct Validity
menunjuk kepada asumsi bahwa alat ukur yang dipakai mengandung suatu defenisi
operasional yang tepat dari konsep teoritis.validitas ini adalah suatu alat
ukur yang bertolak dari kontruksi teoritis tentang faktor-faktor yang akan
diukur oleh suatu alat ukur. Construct Validity ini sering juga disebut logical
validity
2.Face Validity
Validitas ini
sering juga disebut validitas lahir atau validitas tampang. Validitas ini
mengukur bagaimana kegiatan objek yang sedang diukur, oleh karena itu validitas
ini tidak dapat mengukur secara teliti.
Jika penelitian dilakukan kepada manusia karena manusia selalu
mengadakan reaksi kepada rangsangan-rangsangan sehingga mempunyai kemungkinan
yang tak terbatas terhadap alat ukur yang dikenakan kepadanya.
3.Faktorial Validity
Validitas ini
adalah penilaian yang ditinjau dari segi apakah item yang disangka telah
mengukur faktor tertentu dan telah benar-benar memenuhi fungsinya. Suatu alat
ukur yang bertolak dari konstruksi teoretis tentang factor-faktor.
4.Emperical Validity
Validitas empirik
selalu menggunakan kriterium sebagai derajat kesesuaian antara apa yang
dinyatakan oleh hasil pengukuran dengan keadaan senyatanya. Misalnya suatu alat
ukur kecakapan pemimpin suatu perusahaan harus pertama-tama dinilai seberapa
tinggi kenyataan sukses yang diperoleh, kenyataan ini yang dipakai untuk
menilai/memprediksi baik atau buruknya seseorang pemimpin perusahaan tersebut.
Standar ketelitian validitas alat pengukur guna menguji ketatapan dan
ketelitiannya maka digunakan konsep logical validity (Contruct Validity).
Logical Validity atau Contruct Validity adalah hal-hal yang diselidiki
berdasarkan konsep teoritis, kemudian diciptakan defenisi operasional tersebut
kemudian dibangun item-item angket sebagai pedoman menetapkan angket. Dengan
demikian daftar pernyataan (angket) yang dipakai mempunyai kesalihan isi
(Content Validity) yang tinggi karena dapat mengukur konsep yang sebenarnya.
F. 2.
Skala pengukuran
Melakukan pengujian hipotes,
dipakai jenis skala pengukuran. Tiap indikator variabel X dan variabel Y
ditentukan jenis skala pengukurannya. Jenis skala ini mempunyai konsekuensi
terhadap model pengukuran.
Arikunto
(2002:23-24) menjelaskan 4 jenis skala pengukuran, yakni: skala dominal, skala
ordinal, skala interval, dan skala rasio.
a.
Skala nominal
adalah ukuran yang paling sederhana, dimana angka yang diberikan kepada objek
mempunyai arti sebagai label saja, dan tidak menunjukkan tingkatan apapun.
b.
Skala ordinal
adalah bagian lain dari data kontiniu. Data ini, selain memiliki nama
(atribut), juga memiliki peringkat atau urutan. Angka yang diberikan mengandung
tingkatan. Ia digunakan untuk mengurutkan objek dari yang paling rendah sampai
yang paling tinggi, atau sebaliknya.
c.
Skala interval adalah skala
pengukuran yang mempunyai selisih sama antara satu pengukuran dengan pengukuran
yang lain, tetapi tidak memiliki nilai nol mutlak.
d.
Skala rasio adalah skala
pengukuran yang paling tinggi di mana selisih tiap pengukuran adalah sama dan
mempunya nilai nol mutlak
Jenis skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval dan nisbah
atau ratio. Menurut Irianto (1998:22) mengatakan bahwa, “kondisi skala interval
sama dengan kondisi skala ratio, maka tehnik analisa yang digunakan pada skala
interval juga berlaku pada skala ratio”.
Skala interval dengan skala ratio adalah skala yang digunakan untuk
menunjukkan adanya penggolongan yang mempunyai kebesaran yang sama. Ciri
tersebut mempunyai kebesaran yang berkelanjutan (kontiniu) sehingga dapat
diukur. Penentuan jenis skala yang digunakan dealam penelitian adalah
berdasarkan indikator empirik dari variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).
G. Uji
Reabilitas
Uji reabilitas berguna untuk membuktikan andalan atau tidaknya suatu
alat ukur yang digunakan. Keterandalan alat ukur yang digunakan dikatakan bagus
apabila dilakukan pengukuran dengan mengacu uji dua (split half test).
Peter
Hagul yang dikutip Singarimbun (1987:87) berpendapat bahwa, “realitas lebih
mudah dimengerti dengan memperhatikan tiga aspek dari suatu alat ukur, yaitu
kemantapan ketetapan dan hemogenitas”.
Pengujian
reabilitas angket data tentang variabel X dan variabel Y, dengan uji belah
dua (split half test) yaitu dengan
menghitung korelasi “r” atas (X) dan (Y)
H.
Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data yang benar dan sistematis maka akan membuahkan suatu
penelitian yang jelas arah dan tujuannya. Setelah angket diisi dan dikumpulkan
kemudian dilakukan pengolahan. Sejalan dengan hal di atas, Sudjana (1984:86)
menguraikan beberapa pengolahan data sebagai berikut:
1. Memeriksa kembali data yang diperoleh dari responden, untuk mengetahui
apakah data tersebut sudah benar dan dapat dipercaya (tahap editing).
2. Menjumlahkan skor masing-masing responden dari variabel bebas (X) dan
variabel terikat (Y).
3. Mencari rata-rata (mean) dari kedua variabel (X dan Y) dengan
menggunakan rumus (Sudjana 1984 : 86) :



4.Menstabulasikan
data yang diperoleh kedalam daftar distribusi frekuensi dengan aturan Sturges
5. Mencari simpangan baku (standart deviasi).
I.
Teknik Analisa Data
Tehnik yang dilakukan untuk menganalisa data penelitian adalah analisis
data kuantitatif. Data yang diperoleh dalam bentuk kuantitatif dengan
berpedoman pada skala likert. Data analisis dengan tehnik statistik deskriptif
dan infrensial. Analisa deskriptif yaitu menggambarkan data sebagaimana adanya.
Analisa infrensial yaitu untuk menarik kesimpulan melalui analisa statistik.
Selanjutnya untuk menganalisa data dalam rangka pengujian hipotesis di terima
atau tidak di terima, maka dilakukan uji normatis data. Kemudian jika data telah
diketahui normal maka dilakukan uji korelasi dan uji hipotesis.
1.
Analisa Data Khusus Tentang Angket
Setelah data angket terkumpul seluruhnya, selanjutnya data tersebut
diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1.1.Menjumlahkan
pilihan masing-masing responden berdasarkan bobot setiap pilihan. Hasil yang
diperoleh merupakan jumlah skor suatu variabel. Skor variabel masing-masing
responden ditentukan dengan menggunakan rumus :

Keterangan :
X =
Suatu variabel untuk masing-masing responden.
SC = Jumlah skor dari suatu variabel.
f = Frekuensi
(banyaknya pertanyaan).
Model 1
Tabulasi Frekuensi Pengelolaan Kelas
No / Nama Responden
|
Pilihan
|
Jumlah
|
SC
F
|
||||||
A
|
B
|
C
|
|||||||
F
|
SC
|
F
|
SC
|
F
|
SC
|
F
|
SC
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: Angket yang telah diisi
responden dari test pilihan berganda
Model
2
Tabulasi Frekuensi
Tentang Minat Belajar SiswaPAK
No / Nama Responden
|
Pilihan
|
Jumlah
|
SC
F
|
||||||
A
|
B
|
C
|
|||||||
F
|
SC
|
F
|
SC
|
F
|
SC
|
F
|
SC
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber : angket yang telah diisi oleh
responden.
1. 2.
Menentukan Klasifikasi nilai/Klasifikasi tanggapan
Model
3.
Klasifikasi
Nilai/Klasifikasi Tanggapan Tentang
Pengelolaan Kelas
Klasifikasi
Nilai
|
Klasifikasi
Tanggapan
|
2,34 – 3,00
1,67 – 2,33
1,00 – 1,66
|
Sangat berhubungan
Berhubungan
Kurang Berhubungan
|
Model 4.
Klasifikasi
Nilai/Klasifikasi Tanggapan Tentang
Minat Belajar Siswa
Klasifikasi
Nilai
|
Klasifikasi Tanggapan
|
2,34 –
3,00
1,67 –
2,33
1,00 –
1,66
|
Sangat
Baik
Baik
Kurang Baik
|
2. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data adalah untuk mengetahui tentang data variabel (X) dan data tentang
variabel (Y) berdistribusi normal atau tidak, dengan memakai statistik Chi
Kuadrat.
Langkah-langkah
yang dilakukan adalah :
1.
Menentukan batas kelas interval
2.
Menghitung angka baku dengan
menggunakan rumus :

Di mana : X
=Rata-rata masing data
S = Simpangan Baku.
3. Menghitung luas daerah tiap interval.
4. Menghitung frekuensi harapan (Ei). Dengan
cara mengalihkan luas tiap kelas interval dengan jumlah sampel (n).
5. Menghitung kuadrat selisih antara frekuensi
pengamatan dengan frekuensi harapan dengan dibagi frekuensi harapan.
6. Menghitung jumlah poin No. 5 dan itulah yang
menjadi Chi Kuadrat (x2) dengan rumus

Di mana : Oi = Frekuensi pengamatan
Ei
= Frekuensi harapan.
Tabel X 2 dapat dilihat daftar X 2
pada taraf signifikan 1 – a dan dk – 3 dengan kriteria pengujian jika
harga X 2 hitung <X 2 tabel, maka hasil pengujian berdistribusi normal
dalam hal lainnya tidak berdistribusi normal.
3.
Pengujian Hipotesa
Irianto (1988:126) menjelaskan, “untuk menguji hubungan fungsional
kedua variabel yaitu variabel bebas (X)
dan variabel terikat (Y) dianalisa dengan menggunakan rumus koefisien yang di
sebut dengan “korelasi product moment pearson”,
dengan rumus:

a.
Uji Signifikan Koefisien
Korelasi
Uji signifikan korelasi adalah
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variabel X dan Variabel Y, melalui
statistik ’t’dengan rumus sesuai pendapat dari Sudjana (1984:165):

Di mana :
t = Uji keberartian
r = Hasil koefisien
n = Jumlah responden
r2 = Kuadrat hasil
koefisien korelasi
Kriteria pengujian, jika harga t
hitung lebih besar (>) dari t tabel yang terdapat pada distribusi t
pada taraf signifikan 1 – ½ a
dengan dk = n – 2 maka koefisien korelasi r adalah cukup berarti atau hubungan
X dan Y ada dan signifikan.
b. Koefisien Determinasi
Sudjana (1984:353) mengatakan, “untuk mengetahui sejauhmana hubungan
variabel X dengan variabel Y, maka
digunakan atau ditentukan oleh koefisien korelasi (r2)”,
hasilnya diperoleh dengan menggunakan rumus : 100 r2 %
Di mana :
r = Koefisien korelasi.
X = Skor variabel X
Y = Skor variabel Y
N = Jumlah responden
X2 = Jumlah kuadrat
skor X.
Y2 = Jumlah kuadrat
skor Y
XY = Jumlah hasil kali skor X
dengan Y
c. Uji Regresi Linier Sederhana
Sujana (1984:301) mengatakan, “untuk mengetahui bentuk persamaan
regresi pada analisis regresi linier sederhana maka dipakai rumus :
”.
Menentukan harga “a” dan “b”
dihitung dengan menggunakan rumus :


d. Uji Kelinieran Regresi
Mengetahui apakah hipotesis tentang model regresi linier
di terima atau ditolak. Maka dilakukan uji regresi linier yaitu dengan
menggunakan rumus:

Kriteria
pengujiannya :
Hipotesis model regresi diterima jika Fhitung,
Ftabel (1 – a)(k – 2, n – k). Untuk lebih jelas dapat dilihat
dalam tabel dibawah ini.
Model Tabel 5
Anava
Untuk Uji Independen dalam Regresi Linier
Dan Untuk Uji Kelinieran Regresi
Sumber variasi
|
dk
|
JK
|
RJK
|
F
|
Total
|
N
|
Y21
|
Y21
|
-
|
Regresi
(a)
Regresi
(b/a)
Residu
|
1
1
n – 2
|
Y21/n
Jkreg
= JK(b/a)
Kres = (Y1
– Y1)2
|
Y21/n
Jkreg
= JK(b/a)
![]() |
![]() |
Tuna
cocok
Kekeliruan
|
k – 2
n - 2
|
JK (TC)
JK (E)
|
![]() ![]() |
![]() |
BAB IV
PEMBAHASAN PENELITIAN
A.
Analisis
Data
Uraian yang akan dibahas dalam bab ini
adalah tentang analisis data dari hasil penelitian secara keseluruhan, pengujian
hipotesis dan temuan penelitian.
1. Analisis Data Tentang Pengelolaan Kelas
a. Secara Umum
Berdasarkan analisis data menerangkan bahwa
pengelolaan kelas menunjukkan hasil 2.59 (Tabel 4.1 Lampiran 2). Hasil
tersebut diperoleh dari nilai rata-rata indikator yang ada dalam Mewujudkan
Pembelajaran Menyenangkan, Menciptakan Fasilitas Pembelajaran, Membina dan
Membimbing Peserta Didik berhubungan dengan minat belajar siswa.
b. Secara
Khusus
1. Kondisi
fisik
Berdasarkan hasil analisis data
bahwa Kondisi Fisik menunjukkan
hasil 2.96 (lampiran 4 tabel
4:3). Jika hasil tersebut dimasukkan dalam kriteria penilaian maka dapat
dikemukakan bahwa , sehingga siswa akan tertarik di dalam belajar Pendidikan
Agama Kristen.
2. Pengaturan Tempat Duduk
Berdasarkan hasil analisis data
menunjukkan hasil 2.59
(lampiran 4 tabel 4:4). Jika hasil
tersebut dimasukkan dalam kriteria penilaian maka dapat dikemukakan bahwa guru
PAK dalam mengelola pembelajaran, telah mampu menciptakan Pengturan
Tempat Duduk yang dibutuhkan oleh
siswa di dalam mendukung pembelajaran Pendidikan Agama Kristen.
3. Ventilasi dan Pengaturan
Cahaya
Berdasarkan hasil analisis data
menunjukkan hasil 2.59 (lampiran 4 tabel 4:5). Jika
hasil tersebut dimasukkan dalam kriteria penilaian maka dapat dikemukakan bahwa
melalui pengelola kelas, guru PAK mampu membina dan membimbing siswa untuk
belajar.
2. Analisis data angket tentang Minat
Belajar
Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh hasil 2.38 (Lampiran 3 tabel 4:2). Dari hasil
tersebut jika dimasukkan dalam kriteria penilaian maka dapat dikemukakan bahwa
hasilnya sangat Baik, artinya melalui pengelolaan kelas, minat siswa di dalam
belajar akan semakin membaik.
B. Uji Normalitas Data
Data yang
diperoleh dapat dianalisis dengan perhitungan statistik atau tidak maka
dianalisis dengan uji normalitas data. Dari hasil perhitungan dan tabel kerja
pada lampiran didapat hasilnya:
1. Uji Normalitas data X (Pengelolaan Kelas)
X = 162,60 ; sdx
= 148,13 ; X2hit
= (-) 9.949;
sedangkan X2 tabel k - 1 - 3 = 3 dan taraf
nyata (
) = 0.05, Untuk
data X2 = ternyata X2 hitung lebih kecil (<) X2 tabel ( - 48.56 < 9.94). Kesimpulan berdasarkan kriterian
pengujian maka data X adalah berdistribusi normal.

2. Uji Normalitas Data Y (Minat Belajar)
Y = 60.61; sdy = 2.70;
Y2hit = (-)
75.55; sedangkan Y2 tabel
k - 3 maka dk = 6 - 3 = 3 dan taraf nyata (
) = 0,05, maka 1-
= 0,95 Untuk data Y2 = ternyata Y2 hitung
lebih kecil (<) Y2 tabel ( - 75.55 < 9,94). Kesimpulan berdasarkan kriteria
pengujian maka data Y adalah berdistribusi normal.


C. Pengujian Hipotesa
1. Koefisien Korelasi
Hasil perhitungan yang dilakukan yaitu koefisien korelasi antara Hubungan
Pengelolaan Kelas Pada Pelajaran PAK dengan Minat Belajar siswa di SMP Negeri 6 Pematangsiantar . di dapat; n = 35 ; X = 86.17; Y = 84.76;
X2 = 212.40; Y2 =
205.66; XY= 208.80.
Berdasarkan data tersebut dapat dihitung koefisien korelasi dengan
menggunakan rumus yang dikemukakan terdahulu “r” = 0.42. Melalui kriteria
kualifikasi tingkat koefisien korelasi (Lampiran 10), maka dapat
diklasifikasikan bahwa antara Hubungan Pengelolaan Kelas dengan Minat Belajar
siswa pada Pelajaran PAK adalah sedang dan cukup dengan
demikian hipotesa penelitian diterima.
2. Uji Signifikansi Korelasi
Ada tidaknya pengaruh yang berarti antara antara Variabel X dan Variabel Y,
maka dilakukan uji signifikansi korelasi yaitu statistik “t”. dari hasil
perhitungan diperoleh harga t hitung = 2.64 dengan
= 0.05, maka ½ a = 0.025 sedangkan dk n – 2. Sehingga diperoleh t hitung = 2.64 < t
tabel = 1,16, artinya bahwa Hubungan Pengelolaan Kelas dengan Minat
Belajar siswa pada Pelajaran PAK, ada dan signifikan.

3. Uji Korelasi Determinasi
Sejauhmana pengaruh variabel X terhadap variabel Y maka digunakan atau
ditentukan oleh koefisien determinasi yang menguadratkan hasil kofisien
korelasi (r2). Dari hasil perhitungan di dapat r = 0.422
= 0.17 x 100% = 17 %
4. Uji
Regresi Linier Sederhana
Persamaan regresi linier sederhana yang akan diuji adalah Y = a + bx. Dari
hasil perhitungan didapat harga a = 1.22
; b = 0.48. Dengan demikian persamaan regresi Y atas X adalah: Y = 1.22
+ 0.48 X. Berdasarkan perhitungan itu ternyata angka-angka tersebut menunjukkan
pengaruh suatu variabel bebas terhadap variabel terikat.
5. Uji
Independen
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan maka diperoleh Fhitung
= 0.17 sedangkan Ftabel= 0.95. Dengan
demikian kriterian pengujian uji independen dinyatakan telah sesuai. Maka hasil
perhitungan menunjukkan bahwa variabel Y adalah independen dari variabel X
dalam pengertian linier.
6. Uji
Kelinieran Regresi
Uji kelinieran regresi adalah adalah untuk mengetahui apakah hipotesis
tentang model linier diterima atau tidak. Untuk mengetahui kelinieran tersebut
dilakukan perhitungan regresi linier (lampiran 11), yaitu F hitung 0.90 ternyata Ftabel > Ftabel
(0.90 < 0.95). Dengan demikian hipotesis model linier dapat diterima dan
tidak perlu dicari regresi model non linier.
D.
Temuan Penelitian
Hasil perhitungan data dan pengujian hipotesis maka dapat dikemukakan
temuan penelitian bahwa:
1. Setelah dilakukan uji normalitas data
terhadap data X dan data Y sebagai salah satu persyaratan untuk analisis data
berikut ternyata data X dan data Y masing-masing dalam bentuk berdistribusi
normal. Telah dilakukan pengujian normalitas data dengan menggunakan rumus: Chi
kuadrat (X2) tabel dengan taraf nyata = 0.05 yaitu:
-
Untuk
data X (pengelolaan Kelas) X2hitung = (-) 48.56 sedangkan X2tabel = 9.49, artinya data X berada pada distribusi
normal atau data X berasal dari sampel berdistribusi normal
-
Untuk
data Y (Minat Belajar) Y2hit = (-) 75.55 sedangkan Y2tabel =
9.49, artinya data Y berada pada distribusi normal atau data Y berasal dari
sampel berdistribusi normal.
2. Analisis data pengujian hipotesis
a. Koefisien korelasi
Hasil yang diperoleh dari koefisien korelasi
adalah 0.42 yang berarti variabel Bebas
mempunyai koefisien korelasi terhadap Variabel terikat.
b. Uji signifikansi korelasi
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh nilai thitung = 2.64 > ttabel = 1,16, yang berarti
bahwa terdapat pengaruh yang positif atau cukup berarti antara variabel X
terhadap variabel Y, ada dan berlangsung.
c. Uji koefisien determinasi
Pengelolaan Kelas mempunyai hubungan sebanyak 17 %
dengan minat belajar siswa pada pelajaran PAK. Hubungan ini ditentukan oleh
koefisien determinasi r2 = 0.422 x 100%. Hal ini berarti
semakin tinggi intergritas variabel X maka semakin tinggi pula dampakya
terhadap variabel Y.
i.
Uji
regresi linier sederhana
Diperoleh hubungan fungsional antara variabel X dan variabel Y yang
dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi yaitu: Y = 1.22 + 0.48 X. Hal ini berarti bahwa setiap
pertambahan satu unit X akan terjadi pertambahan Y sebesar 1.70.
ii. Uji independen
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh Fhitung = 0.90 dan lebih
kecil dari pada Ftabel = 0.95, yang berarti variabel Y independen
dari variabel X dalam pengertian linier.
iii. Persamaan regresi variabel X dan Y adalah
model linier
Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari lapangan yang terdapat pada
lampiran menunjukkan bahwa :
1. Pada variabel X pengelolaan kelas
dengan indikator kondisi Fisik yang dibahas pada lampiran 4 Tabel 4:3 menunjukkan hasil 2.47,
berhubungan positif dengan minat belajar siswa pada pelajaran PAK, sehingga
hipotesa pertama dapat diterima.
2. Pada variabel X pengelolaan kelas dengan indikator
Pengaturan Tempat Duduk yang dibahas pada lampiran 4 Tabel
4:4 menunjukkan hasil 2.46, berhubungan positif dengan minat belajar siswa pada
pelajaran PAK, sehingga hipotesa kedua dapat diterima.
3. Pada variabel X pengelolaan kelas
dengan indikator Ventilasi dan
pengaturan cahaya Peserta Didik
yang dibahas pada lampiran 4 Tabel 4:5 menunjukkan hasil 2.45, berhubungan
positif dengan minat belajar siswa pada pelajaran PAK, sehingga hipotesa ketiga
dapat diterima.
Hasil penelitian secara menyeluruh membuktikan diterimanya hipotesa
tersebut dengan keragaman yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan penelitian.
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian teoritis dan analisis
data serta pengujian hipotesis, maka dikemukakan kesimpulan dan saran
yang dianggap penting dan sesuai dengan tujuan penelitian.
1. Secara Umum
Hasil penelitian ini menekankan bahwa pengelolaan kelas berhubungan positif
dengan minat belajar siswa pada pelajaran PAK. Hal ini terlihat dari
perhitungan koefisien korelasi, uji signifikansi korelasi, uji determinasi, uji
regresi linier sederhana, uji independen dan uji kelinieran regresi.
2. Secara
Khusus
Hasil penelitian di atas, memperlihatkan bahwa adanya hubungan pengelolaan
kelas dengan minat belajar siswa pada pelajaran PAK, dengan berbagai aspek yang
dilakukan :
a. Kondisi
fisik berhubungan positif dengan minat belajar siswa
pada pelajaran PAK, sehingga hipotesa pertama diterima.
b. Pengaturan
Tempat Duduk berhubungan positif
dengan minat belajar siswa pada pelajaran PAK, sehingga hipotesa kedua
diterima.
c. Ventilasi
dan pengaturan cahaya berhubungan
positif dengan minat belajar siswa pada pelajaran PAK, sehingga hipotesa
pertama diterima.
B.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan menunjukkan hasil yang
baik, akan tetapi perlu adanya tindak lanjut pada masa mendatang. Oleh karena
itu diberikan beberapa saran, antara lain:
1. Saran Praktis
a. Hendaknya Guru PAK mampu memahami dan
menjalankan keterampilan dasar yang ada demi mendukung minat belajar siswa.
b. Adanya perubahan yang terjadi di dalam
proses pembelajaran dalam mendukung minat belajar siswa.
c. Kepada FKIP Universitas HKBP Nomensen khususnya
Prodi PAK agar lebih meningkatkan mutu para alumni, sehingga mampu menjadi guru
dan sebagai hamba Tuhan yang siap untuk melayani baik di sekolah, gereja dan
masyarakat.
2. Saran
Teoritis
Menyadari akan ketidaksempurnaan penelitian ini maka disarankan kepada para
calon guru PAK yang ingin menindaklanjuti penelitian ini supaya mengembangkan
indikator secara komfrenhensif.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab.
2001. LAI
Amirman.
1993.
Penelitian Dan Statistika Pendidikan. Bandung: Tarsito
Atmadja
Hadinoto. 1999. Dialog Dan Edukasi. Jakarta: BPK. Gunung Mulia
Arief
Furchan. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha
Ana R.
2008. Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta
Bladina Sareno. 2005. Kompetensi Seorang Guru Yang
Profesional. Jakarta: Bumi Aksara.
Enklaar, Homrighausen. 2007. Pendidikan
Agama Kristen. Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia.
Hamalik, O. 2009. Metode
Belajar dan Kesulitan hasil-hasil Belajar. Bandung: Tarnsito
Ivor K. Davies. 1991. Pengelolaan Belajar. Jakarta: CV
Rajawali
Martinis
Yamin, 2003. Profesionalisasi Guru dan
Implementasi KTSP, Jakarta: Rineka Cipta
Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Munandar Utami.
2005. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta
Nana Sudjana, 2002. Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Paulus
Lilik Kristianto. 2006. Prinsip Dan Praktik PAK. Yogyakarta
: Andi
Poerdarwamintha.
1982. Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Sijabat
Samuel. 1995. Strategi Pendidikan Kristen. Yogyakarta : Yayasan Andi
Syaiful Bahri Djamarah. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Sarimaya Farida. 2008. Sertifikasi
Guru. Bandung: Irama Widya
Sarlito Wirawan. 2008. Psikologi
Remaja. Jakarta: PT. Raja Grapindo Pesada
Sardina.
2004. Mengetahui Motivasi Belajar Siswa. Bandung: Rosda Karya
Sardiman,A.M,
2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Grafindo
Setiawani Mary Go.
2000. Pembaharuan Mengajar.
Bandung: Yayasan Kalam Hidup.
Sijabat Samuel. 1996.
Strategi
Pendidikan Kristen. Yogyakarta : Yayasan Andi
Silitonga Sam. 2000. Nilai-Nilai Kependidikan Dari Yesus Dan Sistem
Pendidikan Nasional. Medan: Monora.
Siregar. M. 2009. Pedoman
Pemuridan Dan Pertumbuhan Rohani. Pematangsiantar: L-SAPA
Suparlan, 2005. Guru sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat
Supriyono,
2004 Cooperatif
Learning Teor idan Aplikasi PAIKEM. Surabaya: Pustaka Belajar
Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Syaiful, Djamarah, 1991. Belajar
dan Pembelajaran, Jakarta:
Rineka Cipta
Syaodih Nana.
2010. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta
Tambunan
Janwar. 2008. Belajar Dan Pembelajaran. Pematangsiantar
Tanya Eli.
2006. Gereja Dan Pendidikan Agama Kristen. Cianjur: STTC
Wina Senjaya. 2006. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta :
Kencana Prenada Media Group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar